Gaya Hidup
Andai Eksis di Zaman Soeharto, Lagu Bernadya Bakal Dibenci Pemerintah
2024-09-19
Lagu Sendu Kembali Menjadi Favorit Masyarakat Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan kebangkitan kembali lagu-lagu sendu yang mampu menyentuh hati masyarakat Indonesia. Musisi muda seperti Bernadya Ribka Jayakusuma telah berhasil menciptakan karya-karya yang mengundang derai air mata, mengingatkan kita pada masa lalu ketika lagu-lagu serupa sempat dilarang oleh pemerintah. Namun, kini genre ini kembali menjadi favorit, menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat akan ekspresi emosional melalui musik tetap ada dan terus berkembang.Menggugah Emosi Melalui Lagu Sendu
Kebangkitan Lagu Sendu di Era Milenial
Fenomena kebangkitan lagu sendu di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari perubahan selera musik masyarakat, khususnya di kalangan generasi milenial. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang cenderung menyukai lagu-lagu bertema ceria dan optimistis, kini generasi muda lebih terbuka untuk menikmati karya-karya yang mengekspresikan kesedihan, patah hati, dan emosi-emosi mendalam lainnya.Hal ini dapat dilihat dari kesuksesan album debut Bernadya Ribka Jayakusuma, "Sialnya, Hidup Harus Tetap Berjalan", yang mampu menguasai top 50 Spotify Indonesia dan menjadi album paling banyak didengar dalam sehari di aplikasi streaming musik tersebut. Lagu-lagu Bernadya yang mengangkat kisah sakit hati akibat percintaan telah berhasil menyentuh hati banyak pendengar, membuat mereka terharu dan meneteskan air mata.Sejarah Pelarangan Lagu Sendu di Indonesia
Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Pada akhir 1980-an, lagu-lagu sendu pernah menjadi sangat populer di masyarakat, salah satunya adalah "Hati yang Luka" karya Betharia Sonata. Lagu ini dianggap relevan dengan kondisi masyarakat saat itu, yang menceritakan tentang kekerasan dalam rumah tangga.Namun, pemerintah pada saat itu, melalui Menteri Penerangan Harmoko, menganggap lagu-lagu sendu sebagai "lagu cengeng" yang dapat mematahkan semangat dan produktivitas kerja masyarakat. Harmoko bahkan menyatakan bahwa lagu-lagu tersebut hanya bualan semata dan bukan berdasarkan kenyataan di masyarakat.Akibatnya, lagu "Hati yang Luka" dan beberapa lagu sendu lainnya, seperti "Gelas-gelas Kaca" dan "Aku Masih Seperti yang Dulu", dilarang tayang di media milik pemerintah, yaitu TVRI dan RRI. Dampak pelarangan ini tentu saja sangat merugikan industri musik Tanah Air, meskipun lagu-lagu tersebut sebenarnya sukses terjual di pasaran.Kembalinya Lagu Sendu di Era Milenial
Meskipun pada masa itu pemerintah berusaha untuk melarang dan mematikan lagu-lagu sendu, namun kenyataannya genre ini tetap melegenda dan menjadi favorit masyarakat Indonesia hingga saat ini. Kini, di era milenial, musisi-musisi muda seperti Bernadya Ribka Jayakusuma semakin banyak yang mengeluarkan lagu-lagu sendu yang mampu menyentuh hati pendengarnya.Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat akan ekspresi emosional melalui musik tetap ada dan terus berkembang. Lagu-lagu sendu yang mampu mengundang derai air mata ternyata masih diminati oleh banyak orang, termasuk generasi milenial. Fenomena ini juga mengingatkan kita pada masa lalu, ketika lagu-lagu serupa sempat dilarang oleh pemerintah, namun tetap bertahan dan menjadi favorit masyarakat.Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lagu sendu telah kembali menjadi favorit masyarakat Indonesia, menunjukkan bahwa kebutuhan akan ekspresi emosional melalui musik tetap ada dan terus berkembang, meskipun pernah mengalami masa-masa sulit di masa lalu.