Gaya Hidup
Terungkap, Awal Mula Fenomena Orang Indonesia Suka Menyingkat Kata
2024-08-31

Menjelajahi Dunia Singkatan: Bagaimana Akronim Menjadi Bagian Tak Terpisahkan dari Komunikasi Sehari-hari di Indonesia

Di zaman modern ini, kita sering menemukan fenomena penyingkatan kata atau gabungan huruf dalam komunikasi sehari-hari orang Indonesia. Dari situasi formal hingga informal, praktik akronimisasi ini telah menjadi kebiasaan yang tidak bisa dipisahkan dari gaya berbahasa masyarakat kita. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, praktik ini juga memunculkan berbagai tantangan dalam komunikasi. Yuk, kita jelajahi lebih dalam bagaimana akronim telah mewarnai lanskap komunikasi di Indonesia.

Singkatan yang Mempercepat Komunikasi, Namun Berpotensi Menimbulkan Kebingungan

Akronim di Ranah Formal dan Informal

Dalam situasi formal, kita sering menyaksikan penyingkatan kata yang sudah menjadi lazim, seperti "Nataru" untuk "Natal dan Tahun Baru" atau "sembako" untuk "sembilan bahan pokok". Sementara itu, di lingkungan informal, praktik akronimisasi lebih beragam, misalnya "lg dmn?" untuk "lagi di mana?" atau "trims" untuk "terima kasih".Meskipun praktik ini dirasa dapat mempercepat komunikasi, tidak jarang penyingkatan kata tersebut justru menimbulkan kebingungan. Tidak semua orang memahami makna di balik singkatan yang digunakan, apalagi jika singkatan tersebut memunculkan makna baru yang berbeda dari arti aslinya. Sebagai contoh, "ttdj" yang seharusnya berarti "hati-hati di jalan" bisa juga diartikan sebagai "Titi DJ", seorang penyanyi. Atau "HBD" yang seharusnya berarti "Happy Birthday" justru dimaknai sebagai "Hidup Butuh Duit".

Akar Historis Akronimisasi di Indonesia

Praktik akronimisasi di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Secara umum, kebiasaan ini berawal dan dipengaruhi oleh praktik di dunia militer, yang menjunjung tinggi kerahasiaan dan efisiensi. Singkatan-singkatan seperti "Babinkum" (Badan Pembinaan Hukum) atau "Dirrenbangpuan" (Direktur Perencanaan dan Pengembangan) menjadi contoh bagaimana budaya akronim di militer kemudian merambah ke masyarakat luas.Pada era Orde Baru, praktik akronimisasi semakin marak seiring dengan semakin besarnya peran militer dalam pemerintahan dan kehidupan sipil. Para jurnalis pun turut berperan dalam menyebarluaskan kebiasaan ini melalui publikasi di media cetak, televisi, dan lainnya. Menurut catatan, hingga tahun 1974 saja sudah tercatat 27.000 akronim di Indonesia, dan jumlahnya terus bertambah hingga saat ini.

Akronimisasi: Antara Efisiensi dan Potensi Miskonsepsi

Secara linguistik, praktik akronimisasi merupakan fenomena yang wajar dan umum terjadi di berbagai negara. Ahli bahasa menilai, penyingkatan kata atau gabungan huruf ini dapat membantu masyarakat menghemat waktu dan tenaga dalam berkomunikasi. Selain itu, penggunaan akronim juga dapat membuat percakapan menjadi lebih santai dan tidak kaku.Namun, di sisi lain, kebiasaan akronim juga perlu disepakati bersama antara pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi. Tanpa kesepahaman, praktik ini berpotensi menimbulkan miskonsepsi dan kesalahpahaman. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang sama terkait makna dan konteks penggunaan singkatan agar komunikasi tetap efektif dan lancar.
More Stories
see more