Gaya Hidup
Fenomena Budaya Kerja Toksik, 45 Karyawan Meninggal Kelelahan
2024-09-05

Memecahkan Krisis Budaya Kerja Toksik di Jepang: Perjuangan Melawan "Karoshi" dan Menciptakan Keseimbangan Hidup

Jepang terkenal dengan budaya kerja yang sangat intens, di mana karyawan melaporkan jam kerja yang menyiksa dan tekanan yang tinggi dari atasan. Masalah ini telah berdampak besar pada kesehatan mental dan fisik karyawan, memicu fenomena yang dikenal sebagai "karoshi" atau kematian akibat terlalu banyak bekerja. Namun, ada upaya-upaya untuk mengubah budaya kerja yang toksik ini dan menciptakan keseimbangan hidup yang lebih sehat bagi para pekerja Jepang.

Menembus Bayang-bayang "Karoshi": Memperjuangkan Hak dan Kesejahteraan Karyawan

Menarik Garis Batas: Jam Kerja Berlebihan dan Konsekuensi Mematikan

Meskipun angka kematian akibat "karoshi" telah menurun dalam dua dekade terakhir, masalah ini masih menjadi perhatian utama di Jepang. Dalam tahun 2022, setidaknya 54 pekerja meninggal akibat kondisi otak dan jantung yang disebabkan oleh pekerjaan. Ini merupakan penurunan yang signifikan dari 160 kematian yang tercatat sebelumnya, namun masih mengungkapkan dampak berbahaya dari budaya kerja yang tidak sehat.Selain kematian, masalah ini juga tercermin dalam peningkatan jumlah klaim atas tekanan mental di tempat kerja, yang melonjak dari 341 menjadi 2.683 dalam periode yang sama. Kasus-kasus seperti kematian seorang reporter politik berusia 31 tahun dari stasiun televisi NHK dan seorang dokter berusia 26 tahun dari rumah sakit di Kobe yang bunuh diri setelah bekerja lembur hingga lebih dari 200 jam dalam sebulan, menjadi peringatan nyata tentang konsekuensi dari budaya kerja yang tidak seimbang.

Tekanan yang Tak Terbendung: Budaya Kerja Rigid dan Stigma Mengundurkan Diri

Budaya kerja di Jepang yang sangat intens dan kaku memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental dan fisik karyawan. Bekerja dari pukul 9 pagi hingga 9 malam seringkali menjadi standar minimum, dengan sebagian karyawan baru bisa pulang pada pukul 11 malam.Kondisi ini memicu masalah kesehatan seperti yang dialami oleh karyawan bernama Watanabe, yang menderita "kaki yang bergetar dan masalah perut" akibat tekanan pekerjaan yang sangat tinggi. Namun, bagi para karyawan, mengajukan pengunduran diri seringkali dianggap sebagai bentuk ketidakhormatan, di mana para pekerja secara tradisional bekerja di satu perusahaan selama puluhan tahun, bahkan seumur hidup.Dalam kasus yang paling ekstrem, atasan yang pemarah bahkan dapat merobek surat pengunduran diri dan memaksa karyawan untuk bertahan. Hal ini telah memunculkan perusahaan konsultan yang membantu karyawan untuk mengundurkan diri, seperti Momuri, yang pada tahun lalu menerima hingga 11.000 pertanyaan dari klien.

Mengubah Paradigma: Menuju Keseimbangan Hidup dan Kesejahteraan Karyawan

Upaya untuk mengubah budaya kerja yang toksik di Jepang mulai menampakkan hasil. Perusahaan konsultan seperti Momuri, yang berlokasi di distrik bisnis tersibuk di Tokyo, hadir untuk membantu karyawan mengajukan pengunduran diri dan memberikan rekomendasi untuk pengacara jika timbul sengketa hukum.Selain itu, pemerintah Jepang juga telah mengambil langkah-langkah untuk mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja, seperti memberlakukan undang-undang yang membatasi jam kerja lembur dan memberikan insentif bagi perusahaan yang menerapkan kebijakan kerja yang lebih fleksibel.Perubahan ini menunjukkan adanya kesadaran yang semakin meningkat akan pentingnya menjaga kesehatan dan kesejahteraan karyawan. Dengan upaya-upaya ini, diharapkan budaya kerja yang lebih sehat dan seimbang dapat terwujud, sehingga karyawan Jepang dapat menjalani kehidupan yang lebih bahagia dan produktif.
More Stories
see more