Showbiz
Inara Rusli: Kita Hidup di Zaman yang Menganut Toxic Patriarchy
2024-11-06
Dalam sebuah masyarakat yang masih dipengaruhi oleh sistem patriarki, perempuan seringkali dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah. Salah satunya adalah ketika terjadi masalah dalam rumah tangga, di mana pihak perempuan selalu dianggap sebagai pihak yang bersalah. Hal ini mencerminkan adanya budaya patriarki yang toksik, di mana laki-laki mendominasi dan mengendalikan perempuan. Namun, ada upaya-upaya yang dilakukan untuk memperjuangkan kesetaraan dan menghapus stigma yang merugikan kaum perempuan.

Menyingkap Realitas Patriarki Toksik dalam Rumah Tangga

Menyorot Dominasi Laki-laki dalam Rumah Tangga

Dalam sistem patriarki toksik, laki-laki ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi dan berkuasa dibandingkan perempuan. Hal ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam lingkup rumah tangga. Laki-laki seringkali dianggap sebagai pihak yang memiliki otoritas dan pengambil keputusan utama, sementara perempuan hanya ditempatkan sebagai pihak yang harus patuh dan tunduk. Kondisi ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan kekuasaan dan memicu berbagai bentuk kekerasan, baik secara fisik, emosional, maupun psikologis.Dalam kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, masyarakat cenderung menyalahkan pihak perempuan terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan adanya bias gender yang kuat, di mana perempuan dianggap sebagai pihak yang lemah dan tidak berdaya. Padahal, kekerasan dalam rumah tangga dapat terjadi karena berbagai faktor, termasuk adanya dominasi dan kontrol yang berlebihan dari pihak laki-laki.

Menggugat Stigma Negatif terhadap Perempuan

Salah satu dampak dari patriarki toksik adalah adanya stigma negatif yang melekat pada perempuan. Ketika terjadi masalah dalam rumah tangga, masyarakat cenderung mempertanyakan dan menyalahkan pihak perempuan terlebih dahulu. Hal ini mencerminkan adanya bias gender yang kuat, di mana perempuan dianggap sebagai pihak yang lemah, tidak berdaya, dan bertanggung jawab atas segala permasalahan yang terjadi.Stigma negatif ini tidak hanya merugikan perempuan secara psikologis, tetapi juga dapat menghambat upaya-upaya untuk mencapai kesetaraan gender. Perempuan seringkali merasa terpojok dan takut untuk menyuarakan keadilan, karena mereka khawatir akan mendapatkan penilaian negatif dari masyarakat.

Memperjuangkan Kesetaraan dalam Rumah Tangga

Untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam rumah tangga, diperlukan upaya-upaya yang komprehensif dan berkelanjutan. Salah satunya adalah dengan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menghargai dan menghormati hak-hak perempuan. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye, advokasi, dan program-program pemberdayaan yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat, dan media.Selain itu, perempuan juga perlu didorong untuk lebih berani menyuarakan hak-haknya dan menolak segala bentuk diskriminasi dan kekerasan. Mereka harus diberikan ruang untuk mengekspresikan diri, mengambil keputusan, dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan rumah tangga. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta keseimbangan kekuasaan dan tercapainya kesetaraan yang sesungguhnya.

Memperkuat Peran Laki-laki dalam Mewujudkan Kesetaraan

Upaya mewujudkan kesetaraan gender dalam rumah tangga tidak hanya melibatkan perempuan, tetapi juga peran aktif dari laki-laki. Laki-laki perlu memahami dan menyadari bahwa sistem patriarki toksik tidak hanya merugikan perempuan, tetapi juga membatasi potensi dan peran mereka sendiri.Laki-laki dapat berkontribusi dengan cara menghapus stigma negatif terhadap perempuan, menghargai hak-hak mereka, dan mendukung upaya-upaya untuk mencapai kesetaraan. Mereka juga dapat berperan aktif dalam pembagian tugas dan tanggung jawab dalam rumah tangga, sehingga tercipta keseimbangan dan saling menghargai antara suami dan istri.Dengan adanya keterlibatan aktif dari laki-laki, diharapkan dapat tercipta lingkungan rumah tangga yang lebih sehat, harmonis, dan bebas dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi seluruh anggota keluarga, serta menjadi contoh bagi generasi-generasi selanjutnya.
more stories
See more