Pada tanggal 17 Januari 2025, seorang gadis muda bernama Laura Meizani, yang lebih dikenal sebagai Lolly, telah dikembalikan kepada keluarganya. Sebelumnya, ia dititipkan di Rumah Sakit Polri Jakarta Timur untuk mendapatkan perawatan psikologis setelah kabur dari rumah aman. Keputusan penitipan ini dibuat melalui rapat koordinasi antara berbagai lembaga terkait, termasuk Kanit PPA, Kementerian PPPA, KPAI, dan LPSK. Setelah menjalani pemeriksaan dan pengobatan yang diperlukan, Lolly akhirnya dapat kembali ke lingkungan keluarganya.
Pada suatu hari di bulan Januari, dalam suasana yang penuh harap, Laura Meizani alias Lolly kembali ke pelukan keluarganya. Sejak beberapa waktu lalu, Lolly telah dititipkan di Rumah Sakit Polri Jakarta Timur guna mendapatkan perawatan yang tepat. Penitipan ini dilakukan setelah Lolly meninggalkan tempat aman yang seharusnya menjadi tempat perlindungannya. Rapat koordinasi antara berbagai lembaga penting, seperti Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), memutuskan bahwa Lolly membutuhkan bantuan medis khusus. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan dan pengobatan yang intensif, Lolly akhirnya dinyatakan siap untuk pulang ke keluarganya pada Jumat, 17 Januari 2025.
Dari perspektif seorang jurnalis, kasus ini menunjukkan betapa pentingnya kerjasama antarlembaga dalam menangani isu-isu yang berkaitan dengan perlindungan anak. Setiap langkah yang diambil harus dipertimbangkan dengan cermat untuk memastikan bahwa hak dan kesejahteraan anak menjadi prioritas utama. Kasus Lolly mengajarkan kita bahwa pendekatan multidisiplin adalah kunci dalam menjamin pemulihan yang optimal bagi korban traumatis.