Dalam perkembangan terbaru, PT Sri Rejeki Iman Tbk (SRIL) atau Sritex harus menerima keputusan akhir dari Mahkamah Agung. Permohonan kasasi yang diajukan oleh perusahaan ini atas putusan pailit dari Pengadilan Niaga Semarang ditolak oleh majelis hakim. Ini menandakan bahwa status pailit Sritex kini telah memiliki kekuatan hukum tetap. Selain itu, proses administratif untuk memastikan pelaksanaan putusan juga sedang berlangsung. Perusahaan yang mengajukan gugatan pailit adalah PT Indo Bharat Rayon, sebuah bagian dari Aditya Birla Group, yang merasa tidak mendapatkan pembayaran kewajiban dari Sritex sejak Juli 2023.
Mahkamah Agung telah membacakan putusan penolakan permohonan kasasi yang diajukan oleh Sritex. Majelis hakim, termasuk Hamdi dan dua anggota lainnya, menyatakan bahwa amar putusan ditolak. Keputusan ini menjadikan status pailit Sritex menjadi inkracht atau memiliki kekuatan hukum tetap. Proses minutasi yang sedang berlangsung akan menyelesaikan aspek administratif dari putusan ini.
Ketidakmampuan Sritex dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT Indo Bharat Rayon (IBR) telah memicu langkah hukum ini. IBR, sebagai salah satu kreditur Sritex, merasa bahwa perusahaan tersebut tidak melaksanakan pembayaran sesuai dengan Putusan Homologasi sejak bulan Juli 2023. Meskipun Sritex mencoba membantah dengan menyatakan bahwa mereka telah melakukan beberapa pembayaran, namun hal ini tidak cukup untuk membatalkan putusan pailit. Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, mengungkapkan bahwa sisa utang kepada IBR mencapai Rp101,31 miliar, atau 0,38% dari total liabilitas perusahaan. Ini menunjukkan bahwa masalah keuangan Sritex memang serius dan membutuhkan solusi cepat.
PT Indo Bharat Rayon (IBR), bagian dari Aditya Birla Group, adalah pemohon dalam gugatan pailit terhadap Sritex. IBR merasa bahwa Sritex dan tiga anak usahanya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran. Berdasarkan dokumen yang ada, IBR telah mencatat ketidakmampuan Sritex dalam membayar utang sejak Juli 2023. Ini termasuk pembayaran secara cicilan bulanan dan pelunasan penuh pada tanggal jatuh tempo.
IBR didirikan pada tahun 1980 dan merupakan pionir dalam produksi serat buatan di Indonesia. Perusahaan ini memiliki pabrik di Purwakarta, Jawa Barat, dengan kapasitas produksi yang signifikan. Sebagai bagian dari Aditya Birla Group, IBR memiliki portofolio bisnis yang luas di Indonesia, termasuk industri tekstil dan bahan kimia. Grup Aditya Birla sendiri telah berkembang pesat sejak didirikan oleh Ghanshyam Das Birla, dan saat ini dipimpin oleh Kumar Mangalam Birla. Dengan latar belakang ini, IBR mempunyai alasan kuat untuk memperjuangkan hak-haknya melalui jalur hukum.