Pada hari Kamis, 30 Januari 2025, simpatisan Partai Gelora, Eneng Ika Haryati, melaporkan anggota DPR Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Laporan ini disampaikan karena dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Mardani saat acara resmi DPR. Dalam laporannya, Ika menegaskan bahwa perilaku Mardani telah mencemarkan nama baik Partai Gelora dan merusak hubungan antarpartai.
Dalam suasana yang penuh ketegangan di gedung DPR pada Kamis siang, Eneng Ika Haryati, seorang simpatisan Partai Gelora, mengajukan laporan terhadap Mardani Ali Sera kepada Mahkamah Kehormatan Dewan. Insiden ini bermula dari pernyataan kontroversial Mardani selama acara "Silaturahmi Nasional BKSAP dengan Ormas dan Lembaga Kemanusiaan Peduli Palestina" yang berlangsung pada Selasa, 21 Januari 2025. Pada kesempatan tersebut, Mardani diketahui telah membuat komentar yang dianggap merendahkan Partai Gelora.
Ika menjelaskan bahwa Mardani sering kali mengolok-olok Partai Gelora dengan menyebutnya sebagai "partai 0 koma," sebuah istilah yang dianggap sangat tidak sopan dan merendahkan. Selain itu, Mardani juga tertawa terbahak-bahak saat menyela presentasi Hadi Nur Rahmat, perwakilan Pusat Dokumentasi Islam Indonesia, yang sedang membahas kerja sama antarpartai dalam mendukung Palestina. Aksi tersebut terekam dalam siaran langsung TVR Parlemen dan memicu reaksi negatif dari masyarakat luas.
Laporan ini bukan hanya sekadar protes, tetapi juga menjadi isyarat bahwa ada standar etika yang harus dipatuhi oleh setiap anggota parlemen. Sebagai Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), Mardani seharusnya menunjukkan sikap yang lebih bijaksana dan profesional. Namun, perilaku Mardani justru dinilai melanggar prinsip-prinsip dasar etika parlemen.
Berdasarkan laporan tersebut, Ika meminta agar MKD DPR melakukan investigasi mendalam terhadap tindakan Mardani. Ia berharap bahwa insiden ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih menghargai martabat dan integritas lembaga parlemen.
Masyarakat luas pun turut memberikan respons terhadap insiden ini. Banyak netizen yang mengkritisi sikap Mardani melalui media sosial, mengecamnya atas perilaku yang dianggap tidak pantas untuk seorang anggota DPR. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga sikap dan tutur kata dalam forum publik, terlebih bagi mereka yang memiliki posisi strategis di lembaga negara.
Sebagai seorang penulis, saya melihat bahwa insiden ini mengingatkan kita akan pentingnya etika dan profesionalisme dalam dunia politik. Setiap anggota parlemen memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga nama baik institusi dan membangun hubungan yang harmonis antarpartai. Insiden ini seharusnya menjadi momentum bagi para politisi untuk introspeksi diri dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya etika dalam bertutur kata dan bersikap. Semoga, langkah-langkah konkret dapat diambil untuk mencegah terulangnya insiden serupa di masa depan.