Penelitian terbaru menunjukkan bahwa harga properti di beberapa negara berkembang telah mencapai tingkat yang sangat tinggi, bahkan melebihi negara maju. Studi ini membandingkan biaya rumah per meter persegi dengan pendapatan rata-rata di 62 negara. Hasilnya mengejutkan: negara-negara dengan ekonomi sedang atau rendah memiliki rasio harga rumah terhadap gaji yang paling tinggi. Situasi ini menimbulkan tantangan besar bagi masyarakat dalam mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Berdasarkan data dari Bestbrokers.com, negara-negara seperti Turki dan Indonesia mengalami kenaikan signifikan dalam rasio harga rumah terhadap pendapatan rata-rata. Turki menjadi contoh yang paling mencolok, dengan rasio sebesar 81,45%. Inflasi yang tinggi dan ketidakstabilan ekonomi berkontribusi pada situasi ini. Sementara itu, Indonesia juga termasuk dalam daftar dengan rasio 48,35%, menunjukkan tantangan serupa dalam akses terhadap kepemilikan rumah.
Turki meraih posisi teratas karena inflasi yang diproyeksikan mencapai 55% dari tahun ke tahun. Hal ini membuat harga rumah menjadi sangat tidak terjangkau bagi sebagian besar penduduk. Di sisi lain, Indonesia menghadapi tantangan akibat pertumbuhan ekonomi yang belum merata, sehingga banyak keluarga kesulitan membeli rumah. Situasi ini semakin diperparah oleh peningkatan biaya hidup dan ketidakpastian ekonomi global.
Selain negara berkembang, Korea Selatan juga muncul dalam daftar sebagai negara dengan harga properti yang sangat tinggi. Meskipun bukan karena inflasi, harga riil properti di Korea Selatan mencapai US$10.318,46 per meter persegi, jauh melampaui pendapatan rata-rata penduduk yang hanya US$26.653 per tahun. Fenomena ini mencerminkan ketidakseimbangan antara harga properti dan daya beli masyarakat.
Korea Selatan menempati posisi ke-9 dalam daftar ini, bukan karena inflasi yang tinggi; melainkan karena harga properti yang sangat mahal dibandingkan dengan pendapatan riil penduduk. Faktor-faktor seperti permintaan tinggi akan hunian di kota-kota besar dan kurangnya pasokan lahan yang tersedia menyebabkan harga properti melambung. Akibatnya, banyak keluarga harus berjuang keras untuk mendapatkan rumah yang layak, terutama di wilayah perkotaan yang padat penduduk.