Pada sebuah sore yang damai, seorang wanita bernama Alika menemukan kenyamanan sementara di taman kota. Dia tengah merenung saat diganggu oleh riuhnya anak-anak kecil yang bermain gelembung sabun. Interaksi tak terduga ini membawa senyum ke wajah Alika. Di tempat lain, Aline menghadapi situasi mendesak saat pintu gudang terkunci dengan asap mulai masuk. Sementara itu, Arka muncul di hadapan Wirda, namun Alika memilih untuk pergi tanpa banyak kata, meninggalkan suasana yang canggung.
Pada suatu hari musim panas yang cerah, Alika duduk sendirian di bangku taman, hanyut dalam pikiran sendiri. Tiba-tiba, riuh tawa anak-anak kecil memecah kesunyian. Mereka berlari-lari riang, bermain gelembung sabun. Perlahan tapi pasti, gelak tawa polos mereka menular kepada Alika. Anak-anak tersebut dengan hangat mengajak Alika bergabung, meniup gelembung sabun bersama-sama. Salah satu dari mereka bahkan menyampaikan pesan yang membuat Alika bingung tentang seorang kakak tampan yang tidak ingin melihatnya sedih. Akhirnya, anak-anak itu menunjukkan arah keberadaan Arka yang bersembunyi, menciptakan momen yang penuh kejutan.
Di sisi lain kota, Aline mengalami situasi darurat. Ia menemukan pintu gudang terkunci rapat, sementara asap tebal mulai keluar dari celah-celah. Api mulai menjalar di luar gudang, membakar barang-barang bekas. Dalam jarak jauh, Sandi menyaksikan semuanya dengan ekspresi puas, berharap Aline bisa selamat tanpa mengalami cedera serius.
Saat mobil Arka berhenti di depan rumah Wirda, Alika tiba-tiba bersin-bersin. Arka yang khawatir ingin memeriksa kondisinya, namun Alika memilih untuk pamit masuk ke dalam. Wirda hanya bisa menatap kedua orang tersebut dengan heran, merasa ada sesuatu yang aneh dalam hubungan mereka. Situasi yang canggung ini membuat Wirda bertanya-tanya apakah ada masalah yang belum terselesaikan antara Alika dan Arka. Sebagai penonton, kita dipaksa untuk merenungkan bagaimana setiap individu menangani tantangan emosional dan sosial dalam hidup mereka.