Dalam sebuah konferensi pers yang diadakan di Mapolresta Bandar Lampung pada Kamis, 30 Januari 2025, pihak kepolisian mengumumkan penangkapan seorang mantan anggota Satpol PP Kota Bandar Lampung. Pelaku, berinisial SH, ditangkap atas tuduhan melakukan tindak kekerasan seksual terhadap dua santriwati di salah satu pondok pesantren di wilayah Kedamaian. Kasus ini mengejutkan masyarakat dan menyoroti pentingnya perlindungan anak serta keamanan di institusi pendidikan agama.
Menurut keterangan dari Kompol Enrico Donald Sidauruk, Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung, pelaku pertama kali melakukan tindak kekerasan seksual ketika korban sedang mencuci pakaian di kamar mandi. Ketika korban membuka pintu untuk memastikan siapa yang mengetuk, pelaku langsung mendorong korban dan melakukan perbuatan asusila. Tindakan ini berlanjut hingga delapan kali sejak Oktober 2024. Motif utamanya adalah nafsu, meskipun pelaku sudah memiliki keluarga dan anak.
Tindakan pelaku tidak hanya berhenti pada satu korban. Dua orang santriwati dibawa menjadi korban, sementara satu korban lainnya berhasil melawan dan mencegah insiden serupa. Kronologi ini menunjukkan betapa sistematis dan berulangnya tindakan pelaku, yang akhirnya terbongkar setelah laporan dari para korban. Ini juga menunjukkan pentingnya kesadaran dan kewaspadaan dalam lingkungan pendidikan.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 81 atau Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yang merupakan perubahan kedua dari UU RI Nomor 23 Tahun 2002. Ancaman hukuman maksimal yang diterima pelaku adalah 15 tahun penjara. Penegakan hukum ini menunjukkan komitmen pemerintah dan aparat kepolisian dalam melindungi hak-hak anak, khususnya dalam konteks pendidikan agama.
Kasus ini juga menggarisbawahi pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap personel keamanan di lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren. Perlunya peningkatan standar seleksi dan pelatihan bagi petugas keamanan menjadi prioritas utama. Selain itu, pendidikan karakter dan etika harus ditekankan agar kasus serupa tidak terulang di masa depan. Masyarakat juga diminta untuk tetap waspada dan melapor jika menduga adanya tindakan yang merugikan anak-anak.