Kecelakaan terbaru pesawat tempur siluman AS menimbulkan kekhawatiran serius. Pada hari Selasa, sebuah jet F-35 jatuh di Pangkalan Angkatan Udara Eielson, Alaska. Meskipun pilot berhasil menyelamatkan diri, insiden ini menjadi yang ke-11 sejak tahun 2018. Semua kejadian tersebut terjadi tanpa adanya ancaman dari musuh atau rudal, memicu pertanyaan tentang kualitas dan keselamatan operasional pesawat yang diklaim sebagai salah satu yang paling canggih di dunia. Peristiwa ini mendorong para ahli untuk mengevaluasi ulang standar keamanan dalam pengembangan dan produksi pesawat tempur.
Pengembangan jet F-35 dimulai pada tahun 1995 melalui program Joint Strike Fighter (JSF). Proses ini berlangsung selama 26 tahun hingga produksi massal dimulai. Namun, tiga tahun sebelum produksi penuh, pesawat ini telah mengalami kecelakaan pertamanya. Sejak itu, berbagai insiden telah terjadi, termasuk kasus terakhir di mana pesawat jatuh secara vertikal, terbalik, dan meledak saat mengenai tanah. Data ini menggarisbawahi pentingnya peninjauan mendalam atas desain dan sistem keselamatan pesawat.
Insiden-insiden ini menunjukkan bahwa teknologi paling canggih pun perlu dipertanyakan ketika menyangkut keselamatan manusia. Penting bagi setiap negara untuk terus berkomitmen pada peningkatan standar keselamatan dalam industri pertahanan. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak hanya mencapai prestasi tertinggi, tetapi juga menjaga integritas dan keamanan setiap individu yang terlibat dalam operasi tersebut.