Berbeda dari persepsi umum bahwa penguin adalah lambang cinta abadi, penelitian baru menunjukkan bahwa fenomena perceraian juga terjadi dalam dunia burung laut ini. Koloni penguin kecil (Eudyptula minor) di Phillip Island, Australia, menjadi subjek studi yang mencengangkan ini. Para peneliti dari Monash University melacak hampir 1.000 pasang penguin selama 13 tahun, mendokumentasikan lebih dari 250 kasus perceraian. Tingkat perceraian bervariasi setiap tahunnya, dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kesuksesan reproduksi. Meskipun banyak pinguin tetap setia pada pasangan mereka, beberapa memilih untuk mencari pasangan baru setelah musim kawin yang tidak berhasil.
Dr. Richard Reina, pemimpin penelitian tersebut, menjelaskan bahwa pinguin sering mengubah pasangan mereka setelah mengalami kegagalan dalam proses berkembang biak. Selain itu, mereka juga berusaha mencari pasangan dengan genetik yang lebih baik untuk meningkatkan peluang kelangsungan hidup keturunan mereka. Kegagalan reproduksi dan pencarian pasangan yang lebih unggul menjadi dua alasan utama perubahan perilaku ini. Pinguin yang gagal menghasilkan keturunan yang sehat cenderung mencoba kembali dengan pasangan baru, sementara yang lain mencari individu dengan kualitas genetik yang lebih baik.
Perubahan perilaku ini memiliki dampak signifikan pada koloni secara keseluruhan. Perceraian dapat menyebabkan penundaan musim kawin dan mengurangi waktu yang diperlukan untuk merawat anak-anak mereka. Hal ini mengganggu efisiensi reproduksi koloni dan dapat memicu masalah koordinasi antara pasangan baru dalam membangun sarang dan merawat anak. Selain itu, tingkat perceraian yang tinggi juga meningkatkan persaingan dan konflik antar penguin, mengganggu struktur sosial koloni.
Menariknya, fenomena ini tidak berlaku untuk semua spesies penguin. Spesies seperti penguin Gentoo, penguin bermata kuning, dan penguin Magellan menunjukkan tingkat kesetiaan yang tinggi, dengan lebih dari 80% pasangan yang bersatu kembali setiap tahun. Studi ini memberikan wawasan penting tentang bagaimana dinamika sosial dan faktor lingkungan saling mempengaruhi. Peningkatan tingkat perceraian dapat menjadi indikator adanya tekanan lingkungan, seperti kelangkaan makanan atau perubahan iklim, yang mempengaruhi perilaku reproduksi penguin.
Fenomena perceraian di kalangan penguin kecil di Phillip Island mengungkapkan kompleksitas interaksi antara faktor lingkungan dan perilaku sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pinguin bukan hanya makhluk yang setia, tetapi juga makhluk yang adaptif terhadap perubahan kondisi lingkungan. Dengan demikian, studi ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika koloni penguin dan bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan tantangan yang dihadapi.