Pasar
Rupiah Tertekan Akibat Inflasi AS yang Meningkat, Pemilu AS Jadi Faktor Tambahan
2024-11-14
Nilai tukar rupiah Indonesia mengalami pelemahan yang signifikan terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan Kamis (14/11/2024), di tengah kenaikan inflasi AS yang kembali terjadi pada bulan Oktober 2024. Selain itu, hasil pemilu AS yang dimenangkan oleh Donald Trump juga menjadi faktor tambahan yang menekan nilai tukar rupiah.

Rupiah Tertekan Akibat Sentimen Global dari AS

Pelemahan nilai tukar rupiah hari ini tidak hanya disebabkan oleh penguatan indeks dolar AS yang telah berlangsung sejak 8 November 2024, namun juga didorong oleh sentimen global dari AS, khususnya mengenai inflasi yang menunjukkan peningkatan. Inflasi AS kembali naik pada Oktober 2024, mencapai 2,6% (year-on-year) dari 2,4% di bulan sebelumnya. Kenaikan ini adalah yang pertama dalam tujuh bulan terakhir setelah inflasi cenderung menurun dari Maret hingga September 2024. Pada saat yang sama, inflasi inti tetap berada di angka 3,3% (year-on-year) sama seperti bulan sebelumnya. Secara bulanan, inflasi umum dan inflasi inti tercatat di angka 0,2% pada Oktober 2024, sama dengan nilai pada September.Penguatan indeks dolar AS (DXY) hingga 0,11% pada pukul 15.00 di posisi 106,59, sedikit tinggi dibandingkan angka penutupan sehari yang lalu yakni di posisi 106,48. Penguatan DXY kali ini adalah yang tertinggi sejak satu tahun lalu tepatnya pada 1 November 2024 yang sempat menyentuh level 106,884. Hal ini turut menekan nilai tukar rupiah yang anjlok hingga 0,51% ke level Rp15.850/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp15.795/US$ hingga Rp15.890/US$.

Kebijakan Proteksionis Trump Berpotensi Memperburuk Inflasi

Keadaan ini semakin diperburuk dengan kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS, yang mana rencana kebijakan proteksionis dan tarif tinggi Trump diperkirakan akan memperbesar tekanan inflasi akibat kenaikan biaya impor. Bagi Indonesia, peningkatan inflasi ini merupakan peringatan serius. Jika inflasi AS terus meningkat, maka kemungkinan Federal Reserve untuk melanjutkan penurunan suku bunga secara agresif menjadi kecil.Saat ini, pasar semakin meragukan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Desember mendatang. Berdasarkan CME FedWatch Tool, ekspektasi penurunan suku bunga telah turun dari 82,73% menjadi hanya 58,7%. Kenaikan inflasi yang berlanjut serta tekanan harga akibat kebijakan tarif Trump menunjukkan bahwa suku bunga AS mungkin akan bertahan tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.

Dampak Terhadap Kebijakan Moneter Bank Indonesia

Hal ini berpotensi memicu capital outflow dan membatasi ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga BI. Jika suku bunga AS bertahan tinggi, maka Bank Indonesia akan menghadapi tantangan dalam mengelola nilai tukar rupiah dan menjaga stabilitas ekonomi domestik. Pemerintah dan otoritas moneter perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk memitigasi dampak negatif dari pelemahan rupiah, seperti memperkuat koordinasi kebijakan fiskal dan moneter, serta mendorong peningkatan daya saing ekspor.Secara keseluruhan, pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi hari ini merupakan refleksi dari kondisi ekonomi global yang semakin kompleks. Faktor-faktor eksternal, seperti kenaikan inflasi di AS dan hasil pemilu AS, telah memberikan tekanan yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Pemerintah dan otoritas terkait harus bersikap proaktif dalam mengelola situasi ini agar dapat menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi kepentingan masyarakat.
More Stories
see more