Dalam beberapa bulan terakhir, industri tekstil di Indonesia mengalami tantangan yang signifikan. Salah satu perusahaan tekstil terkemuka, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), telah menghadapi krisis keuangan yang serius. Berdasarkan laporan keuangan semester pertama tahun 2024, SRIL mencatat utang sebesar US$1,6 miliar atau setara dengan Rp 25,01 triliun. Selain itu, defisiensi modal perusahaan mencapai -US$980,56 juta. Situasi ini menunjukkan bahwa SRIL berada dalam kondisi pailit dan menghadapi tantangan besar dalam mengelola utangnya.
Pada paruh pertama tahun 2024, SRIL menghadapi situasi finansial yang sangat sulit. Perusahaan ini memiliki liabilitas total sebesar US$1,6 miliar, dengan mayoritas merupakan utang jangka panjang sebesar US$1,47 miliar. Utang bank menjadi kontributor utama dari beban keuangan tersebut, dengan nilai mencapai US$809,99 juta atau sekitar Rp 12,66 triliun.
Setidaknya ada 28 bank yang memiliki tagihan kredit jangka panjang atas SRIL. BCA memimpin daftar dengan utang sebesar US$71,30 juta, diikuti oleh State Bank of India, Cabang Singapura dengan US$43,89 juta, dan PT Bank QNB Indonesia dengan US$36,94 juta. Citibank NA, Indonesia dan PT Bank Mizuho Indonesia juga termasuk dalam daftar lima besar kreditor SRIL dengan utang berturut-turut sebesar US$35,83 juta dan US$33,7 juta.
Daftar lengkap utang bank jangka panjang SRIL mencakup berbagai institusi keuangan, mulai dari bank lokal hingga internasional. Beberapa bank lain yang memiliki tagihan cukup besar antara lain PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Maybank Indonesia Tbk, dan MUFG Bank, Ltd.
Berdasarkan data ini, dapat disimpulkan bahwa SRIL mengalami kesulitan finansial yang berarti dan perlu melakukan langkah-langkah strategis untuk memperbaiki kondisi keuangannya.
Dari perspektif seorang jurnalis, situasi SRIL memberikan pelajaran penting tentang pentingnya manajemen risiko keuangan yang baik dalam menjalankan bisnis. Perusahaan harus selalu waspada terhadap potensi over-leverage dan berusaha untuk menjaga rasio utang yang sehat. Selain itu, pemegang saham dan investor perlu memantau kondisi keuangan perusahaan secara cermat untuk mengantisipasi masalah di masa depan.