Pasar
Terkait Perubahan Harga Minyak akibat Geopolitik
2024-11-21
Jakarta, CNBC Indonesia - Perubahan harga minyak saat ini dipicu oleh berbagai faktor, terutama kekhawatiran pasokan akibat perang antara Rusia dan Ukraina. Data Refinitiv menunjukkan bahwa harga minyak mentah dunia acuan Brent mencapai US$73,07 per barel, naik 0,33% dari sebelumnya. Sementara itu, acuan West Texas Intermediate (WTI) naik 0,2% ke US$69,01 per barel.
Peristiwa di Ukraine dan Rusia
Pada hari Rabu, Ukraina meluncurkan rudal jelajah Storm Shadow buatan Inggris ke Rusia. Hal ini dianggap sebagai penggunaan senjata baru dari Barat setelah sebelumnya meluncurkan rudal ATACMS buatan AS. Moskow menyatakan bahwa penggunaan senjata Barat untuk menyerang wilayah Rusia jauh dari perbatasan merupakan eskalasi besar dalam konflik ini. Kyiv, pada sisi lain, menyatakan bahwa kemampuan ini diperlukan untuk mempertahankan diri dengan menyerang pangkasan belakang Rusia yang digunakan untuk mendukung invasi Moskow, yang sudah memasuki hari ke-1.000.Stok Minyak di AS
Di sisi lain, stok minyak mentah AS mengalami perubahan. Stok minyak mentah AS naik sebanyak 545.000 barel menjadi 430,3 juta barel pada pekan yang berakhir 15 November. Angka ini lebih tinggi daripada ekspektasi analis dalam survei Reuters yang memperkirakan kenaikan sebesar 138.000 barel. Selain itu, inventaris bensin pekan lalu naik lebih tinggi dari perkiraan, sementara stok distilat mencatatkan penurunan yang lebih besar dari yang diharapkan.Perubahan Produksi Minyak Norwegia
Menambah pasokan, perusahaan minyak Norwegia Equinor mengumumkan bahwa kapasitas produksi penuh di ladang minyak Johan Sverdrup di Laut Utara telah pulih setelah pemadaman listrik. Hal ini memberikan kontribusi tambahan pada pasokan minyak.OPEC+ dan Peningkatan Produksi
OPEC+ dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, dikenal sebagai OPEC+, mungkin kembali menunda peningkatan produksi saat mereka bertemu pada 1 Desember mendatang. Perlambatan permintaan minyak global menjadi alasan utama. OPEC+, yang memproduksi sekitar setengah minyak dunia, awalnya berencana untuk secara bertahap membalikkan pemotongan produksi dengan peningkatan kecil yang tersebar selama 2024 dan 2025. Namun, kondisi saat ini, seperti lemahnya permintaan dari China dan pasar global, serta meningkatnya produksi dari luar kelompok ini, dapat menggagalkan rencana tersebut.