Pasar keuangan Indonesia mengalami fluktuasi akibat berbagai kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang dipimpin oleh Donald Trump. Pemerintah Indonesia telah merencanakan strategi untuk meredam dampak ini, termasuk pengawasan ketat terhadap stabilitas makroekonomi dan penerapan strategi pembiayaan yang fleksibel. Kenaikan imbal hasil surat utang AS mempengaruhi pasar surat berharga negara (SBN) Indonesia, namun langkah-langkah mitigasi yang dilakukan oleh pemerintah membantu menjaga daya tarik investasi global.
Ketika Donald Trump kembali memenangkan Pilpres AS pada 2024, ia melanjutkan berbagai kebijakan ekonomi yang sebelumnya telah digulirkannya. Kebijakan-kebijakan tersebut, seperti pengenaan tarif perdagangan tinggi, pemotongan pajak, dan belanja fiskal besar-besaran, telah menciptakan ketidakpastian di pasar keuangan global. Di Indonesia, dampaknya dirasakan melalui peningkatan imbal hasil surat utang AS, yang kemudian mendorong aliran modal asing keluar dari negara berkembang menuju AS. Ini menyebabkan yield SBN 10 tahun naik menjadi 7,18%, dari sebelumnya 6,95%.
Sejak awal Januari 2025, Bank Indonesia mencatat adanya aksi jual neto sebesar Rp 2,9 triliun di pasar SBN Indonesia, setelah sebelumnya masih ada beli neto Rp 1,94 triliun pada pekan pertama Januari. Situasi ini menunjukkan respons cepat para investor terhadap perubahan kondisi pasar global. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa pemerintah akan terus memastikan kinerja makroekonomi Indonesia tetap stabil. Upaya ini mencakup pengendalian inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, serta manajemen defisit fiskal yang prudent dan berkelanjutan.
Selain itu, pemerintah juga menerapkan strategi pembiayaan yang oportunistik dan fleksibel. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemenuhan pembiayaan APBN melalui penerbitan SBN dapat dilakukan dengan biaya bunga yang kompetitif dan risiko yang terkelola dengan baik. Meski tantangan besar, kinerja perekonomian Indonesia yang kuat dalam beberapa tahun terakhir—dengan pertumbuhan ekonomi stabil sekitar 5%, inflasi terkendali, dan defisit fiskal yang terjaga—menjadi faktor penting yang menarik minat investor global.
Meskipun imbal hasil surat utang AS mengalami kenaikan signifikan, kenaikan yield SBN Indonesia relatif moderat. Hal ini menunjukkan bahwa spread antara SBN rupiah dan UST cukup tipis, namun kepercayaan investor terhadap kinerja ekonomi Indonesia tetap tinggi. Ini menjadi bukti bahwa meskipun ada tekanan dari luar, pasar SBN Indonesia masih memiliki daya tarik tersendiri bagi investor internasional.