Pasar
Terkait Perusahaan Shell dan Aktivitasnya di Indonesia
2024-11-24
Jakarta, CNBC Indonesia - Didapatkan informasi bahwa perusahaan energi dan petrokimia global Shell berencana untuk menghentikan aktivitas operasionalnya di Indonesia. Sebelumnya, dalam laporan Shell Energy Transition Strategy 2024, perusahaan Belanda-Inggris tersebut mengumumkan rencana penutupan 500 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), termasuk beberapa perusahaan patungan pada tahun 2024 dan 2025.

Perusahaan Shell: Aksi Hengkang di Indonesia

Penutupan SPBU di Sumatera Utara

Shell tidak hanya mengungkapkan rencana penutupan SPBU di seluruh Indonesia, tetapi sebelumnya juga resmi menutup sembilan Stasin Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang beroperasi di Sumatera Utara. Penutupan tersebut sudah berlaku sejak 1 Juni 2024. Hal ini menunjukkan kebijakan serius perusahaan terhadap aktivitasnya di Indonesia.Dalam laporan tersebut, Shell mengungkapkan rencana untuk menghentikan kegiatan operasionalnya di berbagai SPBU. Hal ini mengakibatkan ketidakpastian bagi para pelanggan dan stakeholder di Indonesia. Namun, Shell menjelaskan bahwa hal ini merupakan bagian dari strategi energi transition mereka.

Kabar Hengkang dan Respon Aspermigas

Kabar tentang penutupan SPBU Shell dari Indonesia telah didengar oleh Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas). Ketua Komite Investasi Moshe Rizal menyampaikan telah mendengar desas-desus tersebut sejak beberapa minggu lalu. Menurut Moshe, kabar ini tidaklah mengejutkan karena bisnis penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia memang sulit. Pasar jaringan ritel penyaluran produk BBM di SPBU saat ini didominasi oleh Pertamina."Kalau dibilang pernah dengar nggak, ya pernah dengar ada kabar itu (Shell tutup). Jadi, sudah beberapa minggu yang lalu. Jadi, ini kan perkiraan saya, tapi memang bisnis BBM, apalagi distribusi BBM, SPBU itu sulit. Kenapa? Di Indonesia, karena memang sudah dimonopoli oleh Pertamina kan," kata Moshe kepada detikcom, Minggu (24/11/2024).

Tantangan bagi Perusahaan Migas di Indonesia

Moshe menjelaskan bahwa perusahaan migas yang ingin menyalurkan produk BBM di Indonesia harus memiliki nilai tambah yang lebih dari produk Pertamina. Hal ini mencakup kualitas, performance, hingga pelayanan. Namun, di sisi lain, produk-produk Pertamina semakin kompetitif."Nah, di satu sisi kualitas BBM Pertamina ini kan semakin lama semakin baik juga. BBM untuk mereka bersaing itu akhirnya semakin ketat. Dan kita pengendara, masyarakat yang melihat, misalkan masyarakat yang pakai Pertamax, Pertamax Plus, dan sebagainya melihat tidak ada nilai tambah yang signifikan yang membuat mereka harus pakai Shell daripada pakai Pertamina. Itu yang jadi tantangannya jadi lebih berat. Memang kualitas Pertamina dari sisi pelayanannya, dari sisi BBM semakin lama semakin baik, nah itu yang jadi sulit," jelas Moshe.Moshe menegaskan bahwa alasan penutupan SPBU milik perusahaan migas asing tidak bisa disamaratakan. Dia berpendapat Shell Indonesia mungkin tidak melihat pertumbuhan dan profitabilitas dari bisnis SPBU di Indonesia. Oleh karena itu, memilih untuk menutup semua SPBU."Kalau dia melihat ke depannya, oh ini kayaknya pertumbuhannya kurang. Ya ngapain mereka spend energi dan waktu dan kapital hanya untuk istilahnya melanjutkan bisnis yang pertumbuhannya mungkin kurang. Yang dianggap mereka kurang menarik. Mereka punya kriteria sendiri. Perusahaan lain mungkin masih menarik, makanya yang lain masih ada, masih eksis. Tapi bagi Shell mungkin ini kurang karena ada portfolio mereka atau aset bisnis mereka yang jauh lebih menarik. Mereka fokusnya ke sana. Jadi itu prioritas dari perusahaan, seperti apa," terang Moshe.Dalam keseluruhan, peristiwa ini menjadi tantangan bagi perusahaan migas di Indonesia. Mereka harus mencari cara untuk tetap beroperasi dan bersaing di pasar yang semakin kompetitif. Namun, dengan adanya perubahan seperti ini, juga ada peluang untuk mengembangkan strategi baru dan meningkatkan kualitas dan pelayanan mereka.
more stories
See more