Pasar
Geopolitik Suriah dan China Mempengaruhi Harga Minyak
2024-12-10
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan Selasa (9/12/2024), harga minyak mentah yang sedang dipantau mengalami balik ke arah penurunan. Hal ini terjadi meskipun terjadi peningkatan risiko geopolitik akibat jatuhnya Presiden Suriah Bashar al-Assad. Selain itu, ada sentimen positif dari importir utama China yang menunjukkan langkah pertama mereka untuk melanggar kebijakan moneter sejak 2010.
Impak Geopolitik pada Harga Minyak
Pada pukul 09:28 WIB, harga acuan Brent menurun 0,35% menjadi US$ 71,89 per barel. Sementara itu, jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) turun 0,35% menjadi US$ 68,13 per barel. Namun, pada perdagangan Senin kemarin, harga minyak global menunjukkan kenaikan. Harga Brent ditutup naik 1,43% di posisi US$ 72,14 per barel, dan WTI melonjak 1,74% menjadi US$ 68,37 per barel.Peristiwa di Suriah selama akhir pekan memiliki dampak signifikan pada pasar minyak mentah. Jorge Leon, kepala analisis geopolitik Rystad Energy, mengungkapkan bahwa peristiwa tersebut dapat meningkatkan premi risiko geopolitik pada harga minyak dalam beberapa minggu dan bulan mendatang. Pemberontak Suriah mengumumkan bahwa mereka telah menggulingkan Assad dan mengakhiri dinasti selama 50 tahun, yang meningkatkan ketidakstabilan di wilayah yang sedang berlangsung perang.Meskipun Suriah bukan produsen minyak utama, tetapi negara tersebut memiliki pengaruh geopolitik karena lokasinya dan hubungannya dengan Rusia dan Iran. Ketegangan di tempat lain di kawasan tersebut juga dapat mempengaruhi harga minyak. Sebuah kapal tanker yang membawa minyak Iran ke Suriah berbalik arah di Laut Merah, menandakan awal gangguan di pasar minyak.Inovasi Kebijakan China dan Harga Minyak
China akan meningkatkan penyesuaian kontra-siklus “non-konvensional” dengan fokus pada perluasan permintaan domestik dan peningkatan konsumsi. Pertumbuhan ekonomi China telah terhenti karena kemerosotan pasar properti yang mempengaruhi kepercayaan dan konsumsi. Kebijakan pelonggaran yang diacu oleh Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group, berarti tindakan oleh bank sentral atau pemerintah untuk mendorong pertumbuhan, seperti meningkatkan pasokan uang, menurunkan suku bunga, dan menerapkan stimulus fiskal.Jika China benar-benar menepati janji kebijakan moneter yang lebih longgar, maka harga komoditas seperti minyak mungkin akan naik. Ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan kelompok produsen minyak OPEC+ minggu lalu untuk menunda rencana peningkatan produksi hingga April.Efek Ekonomi dan Harga MinyakPerlambatan permintaan minyak dari China menjadi faktor penting di balik keputusan OPEC+. Eksportir utama Saudi Aramco pada Minggu lalu menurunkan harga pada Januari 2025 untuk pembeli Asia ke level terendah sejak awal 2021. Hal ini mengindikasikan ketidakstabilan pasar dan kemungkinan permintaan yang lemah.Pasar juga tetap berfokus pada data inflasi Amerika Serikat (AS) yang diharapkan akhir minggu ini. Data inflasi ini dapat memberikan indikasi tentang kebijakan suku bunga美联储 (Federal Reserve/The Fed) minggu depan. Suku bunga yang lebih rendah akan menurunkan biaya pinjaman dan dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan memicu permintaan minyak.CNBC INDONESIA RESEARCH(chd/chd)Saksikan video di bawah ini:Video: IHSG Gagal Reli Hingga Harga Emas & Minyak AnjlokNext ArticleJoe Biden Efek, Harga Minyak Memanas