Dalam perdagangan akhir tahun 2024, rupiah mengalami penurunan nilai tukar seiring dengan pengaruh sentimen eksternal. Faktor utama yang mempengaruhi adalah data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang memberikan petunjuk tentang kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed). Selain itu, Bank Indonesia (BI) telah mengambil berbagai langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan menarik investasi asing.
Pada penutupan perdagangan terakhir, rupiah melemah hingga mencapai level Rp16.185/US$. Fluktuasi nilai tukar ini dipicu oleh penguatan Indeks Dolar AS (DXY) dan ketidakpastian ekonomi global. Data ekonomi AS yang kurang memuaskan, seperti penurunan indeks kepercayaan konsumen, menjadi salah satu faktor penyebab pelemahan rupiah.
Pelemahan rupiah ini juga dipengaruhi oleh ketidakpastian ekonomi global, terutama dampak dari rilis berbagai data ekonomi AS. Penurunan signifikan dalam indeks kepercayaan konsumen AS pada bulan Desember turun jauh lebih rendah dari prediksi para ekonom. Hal ini menambah ketidakpastian ekonomi global dan mengurangi minat terhadap aset berisiko, termasuk rupiah. Selain itu, kekhawatiran terhadap potensi kebijakan perdagangan yang lebih ketat, seperti tarif impor yang lebih tinggi dari AS, semakin memperburuk tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.
Bank Indonesia (BI) telah mengambil serangkaian tindakan untuk meredam dampak negatif dari pelemahan rupiah. Upaya ini meliputi pemeliharaan suku bunga acuan dan penarikan modal asing melalui instrumen investasi yang menarik. BI juga melakukan intervensi langsung di pasar untuk mencegah kepanikan pasar.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Edi Susianto, menjelaskan bahwa langkah pertama adalah mempertahankan suku bunga acuan atau policy rate di angka 6%, yang bertujuan untuk menekan inflasi dan menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia. Selain itu, BI juga berupaya menarik modal asing ke Indonesia melalui instrumen investasi yang menarik, seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI), yang diharapkan dapat mendukung stabilitas rupiah di pasar keuangan. BI juga melakukan intervensi langsung di pasar, baik di pasar spot maupun di pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), untuk memastikan pasar tidak mengalami kepanikan. Di sisi lain, BI memastikan ketersediaan likuiditas rupiah menjelang akhir tahun agar pasar tetap stabil, terutama di sektor perbankan dan perdagangan. Bank Indonesia juga terus berkoordinasi dengan pihak otoritas lainnya serta berkomunikasi dengan pelaku pasar untuk memberikan rasa tenang dan menghindari kekhawatiran lebih lanjut di kalangan eksportir, importir, dan pelaku pasar finansial. Meskipun pelemahan rupiah diperkirakan akan berlanjut dalam waktu dekat, langkah-langkah yang diambil oleh BI diharapkan dapat mengurangi fluktuasi yang tajam dan membantu memulihkan kepercayaan pasar terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.