Pasar
Video: BI Menjadi Pemegang 28% SBN, Risiko-Risikonya di RI
2024-11-29
Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) telah menarik perhatian dengan mengoreksi kredibilitas kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) terkait dominasi BI sebagai pemegang terbesar surat berharga negara (SBN). Survei Ekonomi OECD Indonesia pada November 2024 menunjukkan bahwa porsi kepemilikan BI atas utang pemerintah sangat besar, mencapai 28%. Selain itu, perbankan memiliki 17,9%, asing atau non residents 17,9%, dan akumulasi institusi keuangan non bank 36,1%. Sebelumnya, BI pada 2020-2022 banyak membeli SBN sebagai bagian dari kebijakan berbagi beban. Ekonom Bank CIMB Niaga, Mika Martumpal, menyebutkan bahwa kondisi ini terkait dengan upaya untuk mengurangi tiga risiko yang masih menghantui, yaitu risiko kredit, risiko kurs, dan risiko tingkat bunga. Saat suku bunga tinggi menyebabkan nilai tukar Dolar AS menguat, diperlukan upaya untuk menjaga stabilitas Rupiah. Namun, besarnya kepemilikan SBN oleh BI juga memiliki risiko, terutama jika likuiditas yang disuntikan BI ke dalam sistem keuangan terlalu berlebihan, maka ada potensi tekanan inflasi dan risiko 'bubble' di pasar keuangan. Apa saja risiko yang dihadapi Indonesia saat BI menguasai pasar SBN? Selengkapnya simak dialog Anneke Wijaya dengan Ekonom Bank CIMB Niaga, Mika Martumpal dalam Power Lunch, CNBC Indonesia (Jum’at, 29/11/2024).

Risiko-Risiko yang Dihadapi

Bagi Indonesia, saat BI menguasai pasar SBN, ada beberapa risiko yang perlu diperhatikan. Pertama, risiko kredit yang dapat terjadi jika ada gangguan dalam pembayaran utang pemerintah. Kedua, risiko kurs yang dapat mengakibatkan perubahan nilai tukar dan berdampak pada ekonomi. Ketiga, risiko tingkat bunga yang dapat mempengaruhi keuangan perusahaan dan masyarakat. Jika suku bunga tinggi, maka biaya kredit akan meningkat dan dapat mengurangi investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Namun, BI juga harus mempertimbangkan keuntungan dari menguasai pasar SBN. Dengan menguasai pasar SBN, BI dapat memanipulasi suku bunga dan kurs untuk mencapai tujuan keuangan yang diinginkan. Misalnya, jika ingin menurunkan tingkat inflasi, BI dapat mengangkat suku bunga. Jika ingin menaikkan nilai Rupiah, BI dapat menjaga tingkat kurs stabil.

Upaya BI untuk Menjaga Stabilitas

BI telah mengambil beberapa langkah untuk menjaga stabilitas ekonomi saat menguasai pasar SBN. Salah satunya adalah dengan mengatur suku bunga dan kurs dengan cermat. BI juga melakukan monitor terhadap risiko kredit dan risiko pasar untuk memastikan bahwa kondisi keuangan tetap stabil.

Selain itu, BI juga bekerja sama dengan pemerintah dan lembaga keuangan lainnya untuk mengatasi masalah yang mungkin muncul. Misalnya, jika terjadi gangguan dalam pembayaran utang pemerintah, BI dapat bekerjasama dengan Kementerian Keuangan untuk mencari solusi.

Implikasi bagi Pasar Keuangan

Besarnya kepemilikan SBN oleh BI juga memiliki implikasi bagi pasar keuangan. Jika BI terlalu banyak memegang SBN, maka dapat mengakibatkan penurunan harga SBN dan berdampak pada nilai investasi di pasar keuangan. Namun, jika BI dapat mengatur kepemilikan SBN dengan baik, maka dapat memberikan stabilitas dan kepercayaan bagi pasar keuangan.

Selain itu, kepemilikan SBN oleh BI juga dapat mempengaruhi pergerakan kurs. Jika BI menjaga tingkat kurs stabil, maka dapat memberikan kepercayaan bagi investor dan membantu menaikkan nilai Rupiah.

More Stories
see more