Pasar
Alasan Investor Asing Borong Surat Utang Indonesia: Imbal Hasil Real
2024-12-01
Surat berharga negara (SBN) Indonesia masih menjadi objek perhatian investor asing hingga akhir bulan terakhir. Kondisi ini terjadi ketika investor lainnya lebih memilih mengelola portofolio mereka. Berdasarkan catatan Bank Indonesia pada periode 25-28 November 2024, nonresiden atau investor asing menjual neto Rp 2,01 triliun di pasar saham, membeli neto Rp 1,89 triliun di pasar SBN, dan menjual neto Rp 1,66 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Ekonom Bank CIMB Niaga Mika Martumpal menjelaskan bahwa minat investor asing terhadap pasar SBN di Indonesia tetap tinggi karena imbal hasil yang ditawarkan dari suku bunga riil surat utang pemerintah Indonesia masih tinggi. Misalnya, yield SBN tenor 10 tahun masih berada di kisaran 6,90% sementara inflasi hanya di level 1,71%. Sedangkan, yield surat utang pemerintah AS atau US Treasury Note 10 tahun hanya di level 4,26% dengan inflasi di kisaran 2,6%. “Sehingga dengan kondisi saat ini, yang kita lihat dengan real interest rate yang sangat besar, jadi satu hal yang sangat menarik bagi investor,” ucap Mika dalam program Power Lunch CNBC Indonesia.Mika mengakui bahwa masih ada risiko yang perlu diperhatikan oleh investor asing saat berinvestasi di Indonesia, seperti risiko kurs dan kencenderungan negara-negara lain untuk memberikan imbal hasil yang lebih tinggi. Namun, ia menekankan bahwa risiko tersebut terjadi secara global dan hanya sedikit memengaruhi sentimen investor dalam berinvestasi di Indonesia. Secara umum, investor masih lebih tertarik pada real interest rate. “Saya pikir tetap yang utama kualitas kredit, kemudian nilai tambah dari SBN kita yang menjanjikan real interest rate yang sangat bagus, saya pikir itu tetap jaga daya tarik SBN kita walaupun negara-negara lain beri outlook ekonomi yang sangat baik,” ungkapnya.Pernyataan ini juga disampaikan oleh Division Head Treasury Business PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), Itang Rusdinar. Ia menjelaskan bahwa daya tarik instrumen investasi portofolio di Indonesia saat ini masih terletak pada tingginya imbal hasil riil dari instrumen itu. “Salah satu indikatornya real yield, berapa sih return yang diperoleh itu tentu membandingkan return dari instrumen dikurangi inflasi,” kata Itang dalam program Power Lunch CNBC Indonesia.Khusus yield SBN tenor 10 tahun sendiri per awal November 2024 memang masih berada di level 6,75%, dan masih jauh lebih tinggi dari yield surat utang pemerintah AS atau US Treasury Note (UST) 10 tahun turun ke level 4,32%. “Kalau dari angka itu katakan sekarang SBN 10 tahun returnnya di 6,7%, inflasi kita di 1,7%, berarti realnya kita masih dapat 4%. Itu masih tertinggi di ASEAN, karena kalau dibanding Singapura return nya sudah sangat rendah, di bawah 1% real yieldnya,” ucap Itang.Di sisi lain, bila diperhitungkan risiko kurs antara dolar AS dengan rupiah menurut Itang juga masih menguntungkan, karena biaya hedging melalui skema swap kurs terbilang rendah di kisaran 1,6%-1,7%. Sehingga, tidak heran jika investor masih banyak masuk ke instrumen investasi portofolio RI. Imbal hasil terakhir dari lelang SRBI yang ditawarkan BI pun per 8 November 2024 masih mencapai 6,78% untuk tenor 6 bulan, dan untuk tenor 12 bulan SRBI bahkan rata-rata tertimbang pemenangnya mencapai 7,03%. “Nah kelihatannya offshore masuk dengan cara carry trade. Jadi dolarnya di swap kan, cost of swapnya murah sekitar 1,6%-1,7% dapat SRBI 7% jadi total dia masih dapat di atas 5%,” tegas Itang.
More Stories
see more