Pernyataan tegas dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengenai ancaman tarif 100% terhadap negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan) menyoroti ketegangan geopolitik yang semakin memanas. Trump menyatakan bahwa AS tidak akan berdiam diri sementara blok ekonomi ini mencoba mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Ancaman ini muncul sebagai respons terhadap upaya dedolarisasi yang dilakukan oleh BRICS, yang dianggap sebagai tantangan terhadap dominasi mata uang AS dalam perdagangan internasional. Reaksi dari anggota BRICS bervariasi, dengan Kremlin menekankan bahwa tekanan AS hanya akan mempercepat tren global menuju penggunaan mata uang nasional.
Di tengah-tengah suasana politik yang tegang, pada hari Jumat (31/1/2025), platform sosial Truth Social melaporkan pernyataan keras dari Presiden AS Donald Trump. Dalam pesannya, Trump menegaskan bahwa AS tidak akan lagi diam menyaksikan upaya BRICS untuk menjauh dari dolar AS. Dia menyerukan komitmen dari negara-negara tersebut agar tidak mendukung mata uang alternatif atau menciptakan mata uang baru yang dapat menggantikan dolar AS yang kuat.
Trump menambahkan bahwa setiap negara yang berusaha melakukan hal tersebut harus bersiap-siap menghadapi tarif 100% dan kehilangan akses ke ekonomi AS. Pernyataan ini menjadi respons langsung terhadap langkah-langkah dedolarisasi yang telah dimulai oleh beberapa anggota BRICS sejak eskalasi konflik Ukraina pada tahun 2022. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada mata uang pihak ketiga, terutama setelah sanksi Barat menyebabkan pembekuan cadangan Rusia yang disimpan dalam dolar dan euro.
Berbagai reaksi muncul dari anggota BRICS. Kremlin menegaskan bahwa tekanan AS hanya akan mempercepat tren global menuju penggunaan mata uang nasional dalam perdagangan. Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa meskipun masih terlalu dini untuk membahas mata uang BRICS bersama, Moskow harus mencari sistem keuangan alternatif. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov juga menekankan bahwa langkah BRICS bukan tentang meninggalkan dolar, tetapi lebih kepada mengevaluasi kebijakan Washington yang dianggap salah.
Dengan demikian, situasi ini menunjukkan adanya pergeseran signifikan dalam dinamika ekonomi global, di mana AS dan BRICS berada di dua kutub yang berbeda dalam isu mata uang internasional.
Dari perspektif seorang jurnalis, ancaman tarif ini menggarisbawahi pentingnya stabilitas mata uang dalam perdagangan internasional. Langkah-langkah dedolarisasi yang diambil oleh BRICS menunjukkan adanya kebutuhan untuk diversifikasi dalam sistem keuangan global. Meskipun AS masih memegang kendali besar atas ekonomi dunia melalui dolar, ancaman ini menandakan bahwa masa depan mata uang internasional mungkin akan semakin kompleks dan multipolar. Ini menuntut para pemimpin dunia untuk mencari solusi yang saling menguntungkan dan mempromosikan kerja sama global yang lebih baik.