Gaya Hidup
Bali Terancam Bencana Alam Akibat Perubahan Fungsi Lahan
2024-12-23

Pulau Bali menghadapi tantangan serius akibat bencana alam yang melanda menjelang liburan Natal dan Tahun Baru. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mencatat sejumlah kejadian banjir dan tanah longsor dalam beberapa pekan terakhir. Para ahli menyoroti dampak perubahan fungsi lahan yang masif sebagai penyebab utama bencana ini. Situasi ini membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat untuk mencari solusi yang berkelanjutan.

Dampak Masifnya Perubahan Fungsi Lahan di Bali

Perubahan fungsi lahan menjadi faktor utama yang memperparah situasi bencana alam di Bali. Lahan pertanian dan sempadan sungai yang semula digunakan untuk pertanian telah dialihfungsikan menjadi pemukiman dan fasilitas pariwisata. Hal ini menyebabkan penurunan kapasitas penyerapan air, sehingga meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor.

Kondisi ini diperburuk oleh pembangunan yang tidak terencana di daerah rawan bencana. Misalnya, Tukad Ayung yang dulunya merupakan jalur air hujan, kini dibangun perumahan baru. Pembangunan ini memaksa pengembang membuat saluran air baru, namun hal tersebut hanya memindahkan masalah banjir ke wilayah lain. Dosen Universitas Udayana, Putu Rumawan Salain, menekankan pentingnya mempertahankan ruang terbuka hijau minimal 30% dari total luas lahan yang dibangun. Namun, saat ini luas ruang terbuka hijau hanya tersisa sekitar 15-20%. Penggunaan lapisan beton dan paving juga menurunkan kemampuan tanah menyerap air, sehingga memicu genangan air di jalan-jalan dan lingkungan sekitarnya.

Solusi dan Rekomendasi untuk Mengatasi Masalah

Ahli tata ruang menyarankan langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah perlu lebih disiplin dalam menjalankan aturan tata ruang dan membatasi perubahan fungsi lahan yang tidak sesuai. Selain itu, pembangunan saluran air yang memadai menjadi prioritas utama agar limpahan air dapat ditangani dengan baik.

Rumawan juga menyoroti pentingnya evaluasi intensitas hujan di berbagai titik di Bali untuk merencanakan mitigasi bencana secara efektif. Ia menyarankan bahwa pengembang harus mempertimbangkan dampak limpahan air saat musim hujan dalam setiap proyek pembangunan. Dengan demikian, fondasi bangunan dapat dirancang untuk mencegah kerusakan akibat banjir. Selain itu, upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya ruang terbuka hijau dan manajemen air hujan sangat diperlukan. Penerapan teknologi ramah lingkungan seperti sistem penyerapan air alami juga dapat membantu mengurangi risiko bencana alam di masa mendatang.

More Stories
see more