Opsi yang sedang diperhatikan antara lain apakah menurunkan kewajiban penempatan dananya menjadi 25% dari yang sebelumnya sebesar 30% atau bahkan menaikkan ke tingkat 50% sampai dengan 75%. Raden Pardede mengungkapkan, "Apakah 50% atau 75%, apakah 25%, itu masih akan dikaji." Hal ini dilakukan dengan tujuan pemerintah ingin menciptakan transparansi dalam pencatatan nilai hasil ekspor di Indonesia. Selain itu, juga untuk meningkatkan cadangan devisa pemerintah dan menjaga stabilitas kurs.
Jika nilai hasil ekspor yang masuk ke dalam negeri lebih banyak, maka cadangan devisa pemerintah akan lebih baik. Dengan demikian, pemerintah dapat memiliki instrumen untuk tetap membuat dan menjaga rupiah tetap stabil. "Kalau dia lebih banyak lagi yang bisa masuk maka cadangan devisa kita akan lebih baik, ya. Jadi kita jadi punya instrumen untuk bisa tetap membuat, menjaga rupiah stabil," tegasnya.
Pemerintah menekankan bahwa perubahan ketentuan ini dilakukan untuk meningkatkan transparansi dan stabilitas. Selain itu, juga untuk memberikan pemberdayaan kepada para eksportir. Dengan adanya perubahan tersebut, para eksportir dapat lebih teratur dalam mengatur pengeluaran dan penyimpanan devisa.
Namun, hingga saat ini, semua ketentuan masih dalam tahap pembahasan. Staf Khusus Menko Perekonomian belum bisa menjelaskan lebih lanjut terkait kebijakan tambahan yang akan diambil. "Itu sebabnya belum selesai dilakukan kajian, terutama oleh Kementerian Keuangan saya pikir yang akan dilakukan," ungkapnya.
Menurut aturan yang berlaku saat ini, para eksportir dengan nilai ekspor pada Pemberitahuan Pabean Ekspor 250 ribu dolar AS atau lebih, wajib menempatkan DHE-nya minimal 30% ke rekening khusus (reksus) dalam negeri yang difasilitasi oleh Bank Indonesia (BI) minimal 3 bulan. Data Bank Indonesia per 20 Agustus 2024 menunjukkan bahwa dolar hasil ekspor yang masuk ke instrumen term deposit valuta asing devisa hasil ekspor (TD Valas DHE) telah kembali bergerak di kisaran US$2,1 miliar-US$2,2 miliar.
Hal ini terjadi seiring dengan sanksi yang diberikan oleh BI bersama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada eksportir yang enggan menyimpan dolar hasil ekspornya di instrumen keuangan domestik.