Pasar
Sritex Berjuang Mempertahankan Bisnis di Tengah Badai Utang
2024-10-28
Perusahaan tekstil terkemuka di Asia Tenggara, PT Sri Rezeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex, menghadapi badai permasalahan keuangan yang semakin pelik. Setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang, Sritex kini berusaha keras untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya dengan berbagai upaya hukum dan rencana strategis.
Memperjuangkan Kelangsungan Bisnis di Tengah Badai Utang
Putusan Pailit dan Upaya Hukum Kasasi
Sritex mengkonfirmasi putusan pailit yang dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga Semarang pada tanggal 21 Oktober 2024. Putusan ini diajukan oleh salah satu kreditor utama, PT Indo Bharat Rayon (IBR), yang merasa tidak menerima pembayaran kewajiban sesuai dengan Putusan Homologasi sejak Juli 2023. Namun, Sritex bersikeras bahwa mereka telah melakukan pembayaran melebihi ketentuan minimum yang ditetapkan dalam Putusan Homologasi tersebut.Untuk menghadapi putusan pailit ini, Sritex telah menunjuk kuasa hukum dari kantor hukum Aji Wijaya & Co. untuk mengajukan upaya hukum kasasi. Manajemen menegaskan bahwa saat ini Sritex masih melakukan upaya kasasi dan tetap melakukan aktivitas operasional secara normal untuk memenuhi kewajibannya.Restrukturisasi Utang dan Upaya Peningkatan Pendapatan
Selain upaya hukum, Sritex juga telah melakukan restrukturisasi terhadap surat utang jangka pendek (MTN) yang sebelumnya jatuh tempo pada 18 Mei 2021, menjadi 29 Agustus 2027. Hal ini dilakukan karena adanya masalah kas yang dihadapi oleh perusahaan, sehingga Sritex mengajukan relaksasi terhadap pembayaran pokok dan bunga MTN.Untuk meningkatkan pendapatan dan omzet, Sritex juga berupaya untuk menjalin kerja sama dengan beberapa negara dan pihak-pihak lainnya. Manajemen menegaskan bahwa Sritex akan terus beroperasi secara normal dan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan Putusan Homologasi.Dampak Putusan Pailit dan Kelangsungan Usaha
Meskipun upaya kasasi telah dilakukan oleh Grup Sritex, putusan pailit ini tetap berdampak pada proses PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) Perseroan. Namun, Sritex menegaskan bahwa mereka akan terus melaksanakan kegiatan usahanya secara normal dan berupaya untuk meningkatkan produksi.Sritex juga berkomitmen untuk mematuhi seluruh peraturan yang berlaku di pasar modal, termasuk peraturan, penetapan, surat edaran, keputusan, atau dokumen lainnya yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) terkait dengan perusahaan publik.Utang Membengkak dan Karyawan Dirumahkan
Berdasarkan data keuangan Sritex, utang usaha emiten yang telah berdiri selama lebih dari 50 tahun ini mencapai US$ 31,67 juta per 31 Maret 2024, naik US$ 8,7 juta dibandingkan dengan posisi Desember 2023. Selain itu, utang yang jatuh tempo dalam 30 hari juga naik US$ 630.000, 31-90 hari naik US$ 1,2 juta, dan 91-180 hari naik US$ 468.000.Kondisi keuangan Sritex yang semakin memburuk juga berdampak pada karyawan. Manajemen terpaksa merumahkan sebagian karyawan untuk menekan biaya operasional dan mempertahankan kelangsungan usaha.Upaya Mempertahankan Keberadaan di Bursa Efek Indonesia
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Sritex tetap berkomitmen untuk mempertahankan keberadaannya sebagai perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Manajemen menegaskan bahwa mereka akan terus berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi kewajibannya berdasarkan Putusan Homologasi.Sritex juga akan senantiasa mematuhi seluruh peraturan yang berlaku di pasar modal, termasuk peraturan, penetapan, surat edaran, keputusan, atau dokumen lainnya yang diterbitkan oleh OJK dan BEI terkait dengan perusahaan publik. Hal ini menunjukkan tekad Sritex untuk tetap menjaga kepercayaan investor dan pemangku kepentingan lainnya.