Gaya Hidup
Generasi Z di Indonesia: Tantangan Unik dalam Mencari Pekerjaan
2024-10-29
Generasi Z (Gen Z) di Indonesia menghadapi tantangan dalam mencari pekerjaan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 9,9 juta penduduk muda Indonesia merupakan pengangguran. Berbagai faktor, seperti ketidaksesuaian antara keahlian dan kebutuhan pasar kerja, serta karakteristik Gen Z yang unik, menjadi penyebab utama tingginya angka pengangguran di kalangan generasi ini.
Menyoroti Tantangan Generasi Z dalam Mencari Pekerjaan
Ketidaksesuaian Keahlian dan Kebutuhan Pasar Kerja
Menurut Tia Rahmania, psikolog sekaligus dosen Universitas Paramadina, salah satu faktor utama yang menyebabkan hampir 10 juta Gen Z di Indonesia menganggur adalah tidak adanya kecocokan antara keahlian (skill) dan kebutuhan pasar kerja. Hal ini didukung oleh survei yang dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki oleh Gen Z dan permintaan pasar kerja menjadi tantangan besar bagi generasi ini dalam menemukan pekerjaan yang sesuai.Kurangnya Disiplin dan Tuntutan Gaji Tinggi
Selain itu, Tia Rahmania juga mengungkapkan bahwa alasan Gen Z menganggur adalah kurang disiplin dalam bekerja dan menuntut penghasilan tinggi kepada perusahaan. Tia menyebut, tuntutan Gen Z untuk mendapatkan gaji yang tinggi kerap tak sesuai dengan kinerja yang mereka tunjukkan. Hal ini menjadi tantangan bagi perusahaan dalam mempekerjakan Gen Z, yang seringkali dianggap kurang disiplin dan tidak sesuai dengan ekspektasi perusahaan.Karakteristik Unik Gen Z
Menurut Tia, Gen Z merupakan kelompok yang tergolong unik karena memiliki karakteristik berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya. Salah satu karakteristik Gen Z yang paling menonjol adalah mengutamakan keseimbangan antara bekerja dan kehidupan pribadi (work-life balance). Namun, tidak semua perusahaan mendukung hal tersebut, sehingga menjadi tantangan bagi Gen Z dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan preferensi mereka.Burnout dan Orientasi pada Hasil
Tia menjelaskan, alasan Gen Z menjunjung tinggi work-life balance adalah burnout atau stres akibat bekerja. Biasanya, burnout muncul karena Gen Z terlalu berorientasi pada hasil, seperti gaji, bukan proses. Saat melihat gaji tak sesuai dengan ekspektasi, tidak sedikit Gen Z yang memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan. Hal ini menjadi tantangan bagi perusahaan dalam mempertahankan talenta Gen Z.Dampak Tingginya Angka Pengangguran Gen Z
Berdasarkan data BPS, ada 9,9 juta penduduk Indonesia usia muda tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET) pada 2023. Jumlah NEET yang mencapai 22,25 persen dari total penduduk usia 15 hingga 24 tahun ini menjadi indikasi adanya tenaga kerja potensial yang tidak terberdayakan.Selain itu, laporan terbaru platform konsultasi pendidikan dan karier, Intelligent, mengungkapkan bahwa berdasarkan data terbaru, sekitar enam dari 10 perusahaan telah memecat fresh graduate yang baru mereka rekrut pada tahun ini. Alasan utamanya adalah kurangnya motivasi dari karyawan, kurangnya profesionalisme, dan keterampilan komunikasi yang buruk.Manajer perekrutan yang disurvei juga melaporkan bahwa beberapa pekerja Gen Z kesulitan mengelola beban kerja, sering terlambat, dan tidak berpakaian atau berbicara dengan pantas. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan dalam mempekerjakan Gen Z tidak hanya dihadapi oleh perusahaan, tetapi juga berdampak pada produktivitas dan kinerja organisasi.