Dalam beberapa hari terakhir, harga minyak dunia mengalami kenaikan signifikan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk hambatan pasokan dan permintaan yang meningkat karena cuaca dingin serta stimulus ekonomi dari China. Menurut data Refinitiv, pada penutupan Selasa (7/1/2025), harga minyak Brent mencapai US$ 77,05 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) mencapai US$ 74,25 per barel. Pada Rabu pagi, tren positif ini berlanjut dengan harga minyak Brent naik 0,44% dan WTI menguat 0,61%. Situasi ini menunjukkan adanya ketidakpastian dalam pasokan minyak global.
Pada awal Januari 2025, situasi pasar minyak dunia tampak tidak stabil. Di tengah musim dingin yang membawa permintaan energi meningkat, beberapa negara penghasil minyak menghadapi tantangan tersendiri. Rusia dan Iran, dua produsen utama, mengalami gangguan pasokan akibat sanksi Barat. Kekhawatiran ini diperkuat oleh analis UBS, Giovannu Staunovo, yang menyatakan bahwa ada risiko gangguan kecil pada ekspor minyak mentah Iran ke China. Sementara itu, Arab Saudi juga menaikkan harga minyaknya untuk bulan Februari, menjadi kenaikan pertama dalam tiga bulan terakhir.
Selain masalah pasokan, permintaan minyak juga mengalami lonjakan. Stimulus ekonomi dari China mendukung peningkatan permintaan, sementara cuaca dingin di Amerika Serikat dan Eropa mendorong konsumsi energi. Meskipun demikian, investor masih menunggu rilis data ekonomi minggu ini sebelum membuat keputusan investasi lebih lanjut.
Secara keseluruhan, kondisi ini menunjukkan bahwa pasar minyak dunia masih rentan terhadap berbagai faktor eksternal. Dengan adanya hambatan pasokan dan permintaan yang kuat, harga minyak diperkirakan akan tetap fluktuatif dalam waktu dekat. Para pemangku kepentingan harus tetap waspada dan memperhatikan perkembangan terbaru untuk mengambil langkah-langkah strategis yang tepat.