Pada akhir perdagangan Selasa (24/12/2024), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Jakarta mengalami penurunan menjelang libur Natal. Meskipun sempat bangkit di sesi pertama, IHSG akhirnya tertahan di level psikologis 7.000. Nilai transaksi mencapai sekitar Rp 9,4 triliun dengan lebih dari 19 miliar saham yang diperdagangkan. Sektor teknologi dan konsumer non-primer menjadi sektor yang paling berdampak negatif pada IHSG. Sentimen global yang kurang menggembirakan, terutama dari Amerika Serikat, juga mempengaruhi kondisi pasar.
Dalam suasana musim dingin yang mendekati perayaan Natal, pasar saham Indonesia tampak lesu menjelang hari libur. IHSG ditutup melemah 0,43% ke posisi 7.065,75. Pada sesi perdagangan pertama, indeks berhasil menembus level psikologis 7.100 namun tidak dapat bertahan lama. Di sesi kedua, IHSG mengalami penurunan hingga akhirnya bertahan di level 7.000. Total nilai transaksi mencapai sekitar Rp 9,4 triliun dengan 19,9 miliar saham berpindah tangan.
Sektor teknologi dan konsumer non-primer menjadi dua sektor yang paling berkontribusi dalam menekan IHSG, masing-masing turun 1,68% dan 1,19%. Emiten energi baru terbarukan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan emiten teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) juga berperan besar dalam penurunan ini, dengan BREN menekan IHSG sebesar 8,6 indeks poin dan GOTO sebesar 6,9 indeks poin.
Sentimen global, khususnya dari Amerika Serikat, ikut mempengaruhi performa pasar. Kepercayaan konsumen AS menurun secara tak terduga pada bulan Desember, berdasarkan laporan The Conference Board. Indeks kepercayaan konsumen AS turun menjadi 104,7 dari 112,8 di bulan November. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran tentang kondisi bisnis di masa depan dan dampak negatif potensial dari tarif terhadap ekonomi.
Meski demikian, indikator pasar tenaga kerja AS tetap kuat, dengan tingkat pengangguran berada di angka 4,2%. Para analis masih berharap akan adanya window dressing dan tren bullish di sisa perdagangan tahun 2024.
Dari perspektif seorang jurnalis, situasi ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar saham terhadap sentimen global dan faktor domestik. Investor harus tetap waspada dan memantau perkembangan terbaru untuk membuat keputusan investasi yang bijaksana. Meski ada tantangan, harapan masih ada untuk melihat pemulihan pasar di awal tahun 2025.