Dalam perkembangan terbaru dari kasus yang melibatkan mantan pejabat kepolisian, seorang bekas kepala satuan reserse kriminal di Jakarta Selatan telah mengajukan banding atas putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Kasus ini menyangkut dugaan pemerasan terhadap seorang anak bos perusahaan besar. Keputusan awal memicu respons dari berbagai pihak dan mencerminkan kompleksitas hukum etika dalam institusi polisi.
Pada hari Jumat, tanggal 7 Februari 2025, di markas besar kepolisian ibukota, mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, secara resmi menyatakan akan mengajukan banding atas putusan PTDH yang diterimanya. Keputusan tersebut berkaitan dengan tuduhan pemerasan terhadap seorang anak dari pemilik perusahaan farmasi ternama. Komisioner Komisi Polisi Nasional, Muhammad Choirul Anam, memberikan penjelasan tentang detail proses sidang dan apresiasi kepada tim Propam yang berhasil mendatangkan beberapa saksi penting.
Bintoro bukan satu-satunya yang terkena dampak. Sebelumnya, AKBP Gogo Galesung juga mengalami demosi selama delapan tahun karena kasus serupa. Dua anggota lainnya juga mendapat hukuman serupa, termasuk pemberhentian tidak dengan hormat bagi AKP Z, seorang anggota satuan reserse mobil. Sidang etik mendetail konstruksi perkara dan mengklarifikasi bahwa tindakan tersebut lebih masuk ke kategori penyuapan daripada pemerasan.
Sidang ini menunjukkan upaya keras untuk membawa orang-orang non-anggota ke dalam pemeriksaan, meski ada tantangan dalam mendapatkan kesaksian langsung. Beberapa saksi akhirnya memberikan keterangan tertulis, yang dianggap sangat penting dalam proses pengadilan.
Dengan adanya banding ini, masyarakat berharap proses hukum dapat dilakukan dengan transparansi dan keadilan, serta menjadi pelajaran bagi semua pihak agar tetap menjaga integritas dan profesionalisme dalam setiap tugas.
Dari perspektif seorang jurnalis, kasus ini menegaskan pentingnya mekanisme hukum yang kuat dan adil dalam menangani pelanggaran etika oleh pejabat publik. Ini juga mengingatkan kita bahwa tidak ada yang di atas hukum, bahkan mereka yang berwenang menegakkan hukum sendiri harus patuh pada aturan yang berlaku. Semoga kasus ini dapat mendorong reformasi lebih lanjut dalam sistem hukum dan etika kepolisian.