Perusahaan tekstil yang pernah menjadi raja di era Orde Baru, kini tengah menghadapi masa sulit. Sebuah perusahaan yang dulunya mendominasi pasar tekstil nasional, harus menyerah pada keputusan pengadilan atas status pailit. Berdiri sejak awal abad 20, bisnis ini berkembang pesat berkat strategi inovatif dan hubungan dekat dengan tokoh-tokoh penting negara.
Pada usia muda, pendiri perusahaan ini memulai karirnya sebagai penjual kain di Solo. Dengan semangat dan dedikasi tinggi, ia berhasil membuka toko pertamanya di Pasar Klewer Solo, yang kemudian berkembang menjadi pabrik cetak besar bernama Sritex. Selama bertahun-tahun, perusahaan ini meraih banyak kesuksesan, termasuk menjadi penyedia seragam bagi institusi pemerintah.
Berita tentang pailit Sritex telah mempengaruhi ribuan pekerja yang terlibat dalam operasinya. Pada awalnya, rencana aksi protes oleh para buruh tampak tak terelakkan. Namun, setelah dialog antara wakil pemerintah dan perwakilan buruh, keputusan untuk menunda aksi tersebut diambil. Ini dilakukan atas komitmen pemerintah untuk mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak.
Semangat kerja keras dan solidaritas tetap menjadi nilai utama yang ditekankan oleh para pekerja. Mereka akan terus mendukung proses hukum dan upaya pemerintah untuk menyelamatkan perusahaan. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa meski menghadapi tantangan, masyarakat tetap berharap pada pemecahan masalah yang adil dan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat.