Gaya Hidup
Mengungkap Misteri Penutupan Restoran McDonald's di Islandia
2024-10-31
Kabar tentang penutupan permanen cabang McDonald's di Islandia telah menyebar luas di media sosial. Namun, benarkah hal ini disebabkan oleh boikot anti-Israel? Artikel ini akan menyelidiki fakta-fakta di balik keputusan perusahaan untuk meninggalkan negara tersebut.

Mengungkap Misteri Penutupan McDonald's di Islandia

Krisis Keuangan Islandia Menjadi Penyebab Utama

Ternyata, penutupan McDonald's di Islandia tidak ada hubungannya dengan boikot publik apa pun. Faktanya, perusahaan tersebut telah meninggalkan negara tersebut pada 30 Oktober 2009, setelah krisis keuangan Islandia pada tahun 2008. Keputusan ini utamanya disebabkan oleh depresiasi parah dari nilai mata uang Islandia, krona, dan pajak yang tinggi pada bahan pangan impor. Hal ini membuat barang impor yang dibutuhkan untuk produk McDonald's menjadi terlalu mahal.Selain itu, McDonald's Islandia sangat bergantung pada impor daging dari Jerman. Kompleksitas operasional dalam menjalankan bisnis di negara yang terisolasi dengan populasi hanya 300.000 jiwa juga menjadi faktor penting dalam keputusan penutupan. Pemegang waralaba McDonald's Islandia, Jon Gardar Ogmundsson, mengatakan bahwa restoran-restoran tersebut tidak pernah sesibuk ini sebelumnya, tetapi pada saat yang sama keuntungan tidak pernah serendah ini.

Munculnya Pesaing Lokal yang Lebih Kompetitif

Setelah penutupan McDonald's, rantai makanan cepat saji lokal bernama Metro muncul sebagai pengganti. Metro menjual produk-produk serupa dengan bahan-bahan yang lebih murah dan dipasok secara lokal. Hal ini membuat Metro mampu bersaing secara lebih efektif di pasar Islandia.Saat ini, tidak ada lagi restoran McDonald's di Islandia. Namun, Anda masih dapat melihat burger keju dan kentang goreng terakhir yang dijual di negara itu dipajang di Snotra House, sebuah hostel di selatan Islandia.

Dampak Boikot di Timur Tengah dan Beberapa Negara Lain

Meskipun penutupan McDonald's di Islandia tidak terkait dengan boikot, perusahaan ini memang pernah menjadi target utama boikot sejak dimulainya perang Israel-Hamas pada Oktober tahun lalu. McDonald's dikritik karena memberikan ribuan makanan gratis kepada tentara Israel, yang memicu protes terhadap jaringan restoran tersebut, khususnya di Timur Tengah, Indonesia, dan Prancis.Akibatnya, McDonald's membeli kembali restorannya di Israel setelah penjualannya menurun akibat boikot. Perusahaan tersebut menggunakan sistem waralaba yang memungkinkan operator terpisah menerima lisensi untuk menjalankan gerai raksasa makanan cepat saji tersebut.CEO McDonald's, Chris Kempczinski, mengakui bahwa konflik di Timur Tengah telah berdampak signifikan pada beberapa hasil keuangan perusahaan pada kuartal terakhir tahun 2023. Penjualan McDonald's di Timur Tengah, serta beberapa di luar kawasan tersebut, telah terdampak signifikan oleh misinformasi tentang posisi perusahaan dalam perang Israel-Hamas.Meskipun penutupan McDonald's di Islandia tidak terkait dengan boikot, peristiwa ini menunjukkan betapa sensitif dan kompleks situasi di Timur Tengah dapat berdampak pada bisnis global. Perusahaan-perusahaan harus berhati-hati dalam menavigasi lingkungan politik yang dinamis dan memastikan komunikasi yang transparan untuk menghindari kesalahpahaman di masa depan.
More Stories
see more