Berita
Pakar Serangga Menjadi Kepala Badan Gizi Nasional: Pro dan Kontra
2025-01-28

Dalam sebuah pembahasan yang mengejutkan, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana memperkenalkan gagasan untuk memasukkan serangga seperti belalang dan ulat sagu ke dalam daftar menu makan bergizi gratis. Hal ini menciptakan kontroversi di kalangan masyarakat, terutama setelah Dr. Tifa atau Tifauzia Tyassuma, seorang aktivis media sosial, mengkritik keputusan tersebut. Dr. Tifa merasa heran dengan pemilihan Dadan sebagai kepala BGN, karena latar belakangnya yang berfokus pada entomologi. Dia juga mempertanyakan apakah Indonesia benar-benar sudah mencapai titik di mana anak-anak harus diberi makan serangga.

Latar Belakang Dadan Hindayana Sebagai Ahli Serangga

Dr. Tifa menemukan bahwa Dadan Hindayana memiliki latar belakang pendidikan yang kuat di bidang entomologi. Dia telah mendapatkan gelar S-1 hingga S-3 di Institut Pertanian Bogor (IPB), dengan fokus pada studi serangga. Meskipun latar belakangnya unik, Dadan berhasil menduduki posisi penting sebagai Kepala BGN. Ini menimbulkan pertanyaan tentang alasan pemilihan Dadan untuk posisi tersebut dan bagaimana keahliannya dapat berkontribusi pada program gizi nasional.

Presiden Joko Widodo melantik Dadan Hindayana sebagai Kepala BGN pada 19 Agustus 2024, berdasarkan Keppres RI Nomor 94/P Tahun 2024. Latar belakang Dadan dalam bidang entomologi membuat banyak orang bertanya-tanya tentang kualifikasinya untuk memimpin badan yang berfokus pada gizi. Dr. Tifa mengungkapkan keheranannya, menyatakan bahwa ada banyak ahli gizi lain yang lebih sesuai untuk posisi tersebut. Namun, pemilihan Dadan menunjukkan bahwa pemerintah mungkin melihat potensi serangga sebagai sumber protein alternatif yang efektif dan ekonomis.

Kontroversi Wacana Serangga Sebagai Sumber Protein Alternatif

Gagasan Dadan untuk memasukkan serangga ke dalam menu makan bergizi gratis mendapat respons bervariasi dari publik. Beberapa orang mendukung ide ini karena serangga dianggap sebagai sumber protein yang murah dan kaya nutrisi. Namun, banyak yang skeptis, termasuk Dr. Tifa, yang mengekspresikan ketidakpuasan dan kekhawatirannya tentang dampak psikologis dan sosial dari memberikan serangga sebagai makanan kepada anak-anak sekolah.

Dr. Tifa mengkritik wacana ini dengan keras, mengangkat pertanyaan tentang kemiskinan dan kesejahteraan anak-anak. Dia menyoroti bahwa anggaran Rp 10.000 per anak untuk makanan sekolah tampaknya tidak cukup untuk menyediakan makanan berkualitas tinggi. Selain itu, dia menekankan bahwa ada cara lain yang lebih baik untuk meningkatkan akses masyarakat ke makanan bergizi tanpa harus memasukkan serangga ke dalam menu. Kontroversi ini mencerminkan perdebatan yang lebih luas tentang bagaimana Indonesia harus menangani tantangan gizi dengan cara yang efektif dan berkelanjutan.

More Stories
see more