Film adaptasi drama Korea berjudul A Business Proposal yang tayang perdana di bioskop pada 6 Februari 2025 tampak kurang diminati oleh penonton. Hasil penjualan tiket hari pertama mencatat angka yang sangat rendah, hanya sekitar 6.900 tiket dari 1.270 pertunjukan. Situasi ini memicu spekulasi tentang potensi pemotongan jam tayang jika jumlah penonton tidak mengalami peningkatan signifikan. Respons masyarakat dan warganet terhadap fenomena ini bervariasi, dengan beberapa menyatakan bahwa hal ini terkait dengan pernyataan Abidzar Al Ghifari yang enggan menonton film versi aslinya.
Adaptasi film A Business Proposal yang ditayangkan pada awal bulan Februari 2025 mendapatkan respons yang kurang baik dari penonton. Angka penjualan tiket yang rendah pada hari pertama menunjukkan adanya tantangan dalam menarik minat penonton. Situasi ini membuat produser dan distribusi film harus mempertimbangkan langkah-langkah strategis untuk memperbaiki performa box office.
Dalam dua hari pertama penayangan, film ini hanya berhasil menjual sekitar 6.900 tiket dari total 1.270 pertunjukan, dengan okupansi kurang dari 4%. Angka tersebut jauh di bawah harapan industri perfilman. Jika tren ini berlanjut, kemungkinan besar akan ada pemotongan jam tayang atau bahkan penghentian penayangan lebih cepat. Berbagai faktor seperti persaingan film baru, preferensi penonton, dan perjanjian distribusi dapat mempengaruhi keputusan tersebut. Industri perfilman Indonesia perlu melakukan evaluasi mendalam untuk memahami penyebab rendahnya minat penonton dan mencari solusi yang tepat.
Banyak warganet dan penonton memberikan tanggapan terhadap situasi penayangan film A Business Proposal yang sepi. Beberapa komentar mengaitkan kondisi ini dengan pernyataan Abidzar Al Ghifari yang enggan menonton versi asli film tersebut. Tanggapan ini menunjukkan bagaimana sikap selebriti dapat mempengaruhi minat penonton.
Beberapa netizen juga menyarankan cara-cara alternatif untuk meningkatkan popularitas film, seperti promosi yang lebih kreatif atau kampanye yang melibatkan komunitas tertentu. Namun, respons paling umum adalah kekecewaan terhadap kualitas dan relevansi film. Banyak yang merasa bahwa film ini gagal menarik minat luas karena kurangnya promosi efektif atau konten yang kurang menarik. Diskusi di media sosial menunjukkan bahwa industri perfilman perlu lebih berhati-hati dalam memilih dan mempromosikan proyek adaptasi untuk memastikan kesuksesan di pasar domestik.