Perayaan Tahun Baru Imlek telah berevolusi menjadi perayaan global yang mencerminkan pengaruh budaya Tionghoa di berbagai belahan dunia. Dari Jakarta hingga New York, masyarakat lintas budaya merayakannya dengan antusiasme. Fenomena ini membuka ruang untuk analisis baru tentang identitas Tionghoa, terutama di Asia Tenggara, melalui konsep Post Chineseness. Di satu sisi, Imlek menjadi simbol globalisasi budaya, sedangkan di sisi lain, ia menunjukkan dinamika identitas unik di setiap negara.
Perayaan Tahun Baru Imlek kini telah melampaui batasan tradisionalnya dan menjadi momen global yang dirayakan oleh berbagai komunitas di seluruh dunia. Mulai dari pusat perbelanjaan di Indonesia yang dipenuhi dekorasi merah dan emas hingga atraksi barongsai di jalanan Kuala Lumpur, Imlek telah menjadi bagian dari kalender budaya internasional. Perayaan ini tidak hanya mencerminkan pengaruh budaya Tionghoa yang semakin luas tetapi juga menandai integrasi budaya dalam era globalisasi.
Di Vietnam, perayaan Imlek atau Tết menjadi momen berkumpul keluarga yang penuh kehangatan, sementara di Malaysia, tradisi Yee Sang atau mengaduk salad menjadi simbol kebersamaan lintas etnis. Meskipun perayaan tampak seragam, setiap negara memiliki interpretasi uniknya sendiri. Di Indonesia, Imlek yang sempat dilarang pada era Orde Baru kini menjadi hari libur nasional yang dirayakan dengan bazar kuliner dan atraksi budaya. Perayaan ini bukan hanya sekadar acara tahunan, melainkan simbol harmoni budaya dalam konteks globalisasi.
Konsep Post Chineseness menyoroti bahwa identitas Tionghoa tidak bersifat tunggal atau homogen, melainkan hasil dari proses saling pengenalan dan pemahaman antara komunitas Tionghoa dengan masyarakat lokal. Fenomena ini menunjukkan bahwa identitas Tionghoa terus dinegosiasikan dan diredefinisi dalam konteks sosial dan budaya yang berubah. Di Indonesia, misalnya, identitas Tionghoa dipengaruhi oleh hubungan dinamis dengan masyarakat pribumi, menciptakan identitas yang fleksibel dan adaptif.
Menurut teori Post Chineseness, identitas Tionghoa lebih merupakan proses kontekstual yang melibatkan saling mengakui dan menerima nilai-nilai serta tradisi. Ini berarti bahwa identitas tersebut tidak lagi didasarkan pada tradisi seragam, melainkan pada interaksi dan dialog antarbudaya. Di setiap negara, perayaan Imlek menjadi ruang di mana identitas Tionghoa dapat diekspresikan secara unik. Misalnya, di Malaysia, tradisi Yee Sang mencerminkan integrasi budaya Tionghoa dengan masyarakat multietnis, sementara di Vietnam, perayaan Tết menjadi refleksi identitas Tionghoa yang telah disesuaikan dengan konteks lokal. Dengan demikian, konsep Post Chineseness memberikan perspektif baru tentang bagaimana identitas Tionghoa terbentuk dan bertahan dalam dunia yang semakin pluralistik.