Dalam era digital saat ini, ketika kita melihat foto-foto lama atau menonton film klasik, seringkali terasa ada perbedaan yang mencolok antara penampilan remaja masa kini dengan mereka di masa lalu. Fenomena ini tidak hanya menarik perhatian tetapi juga mengundang berbagai pertanyaan tentang apa yang menyebabkan perubahan tersebut. Artikel ini akan membahas dua alasan utama yang menjelaskan mengapa remaja zaman dulu tampak lebih dewasa dibandingkan dengan generasi sekarang.
Pada periode 1970-an hingga 1980-an, di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, para siswa sekolah menengah pertama biasanya tampil dengan gaya yang berbeda dari generasi sekarang. Mereka sering terlihat dengan rambut tebal dan gondrong, serta wajah berkumis. Gaya berpakaian mereka pun cukup unik, dengan celana ketat berwarna biru yang sesuai dengan tren masa itu. Hal ini kontras dengan penampilan remaja masa kini yang cenderung lebih bersih dan modern, tanpa jenggot atau kumis, serta menggunakan produk perawatan kulit untuk mendapatkan wajah glowing.
Penyebab pertama dari fenomena ini adalah adanya bias seleksi. Gaya hidup dan penampilan seseorang dipengaruhi oleh lingkungan dan budaya yang sedang populer pada masanya. Misalnya, di tahun 1970-an, pengaruh musisi seperti Elvis Presley dan Rhoma Irama sangat kuat, sehingga banyak remaja yang meniru gaya rambut dan pakaian mereka. Sedangkan saat ini, influencer media sosial menjadi sumber inspirasi utama bagi generasi muda.
Alasan kedua adalah faktor biologis. Menurut penelitian yang dilakukan oleh tim gabungan dari Yale School of Medicine dan University of South Carolina pada tahun 2018, usia biologis manusia telah mengalami perubahan signifikan dalam dua dekade terakhir. Studi ini menunjukkan bahwa kondisi fisik dan perkembangan remaja zaman sekarang berbeda dari generasi sebelumnya, yang dapat menjelaskan mengapa mereka tampak lebih muda.
Bergerak maju beberapa tahun ke depan, mungkin kita akan melihat perubahan serupa dalam penampilan generasi muda. Apa yang hari ini dianggap sebagai tren terbaru mungkin akan terasa kuno dan aneh di masa mendatang.
Dari perspektif seorang jurnalis, fenomena ini mengajarkan kita pentingnya memahami konteks historis dan sosial ketika menilai perubahan sosial. Setiap generasi memiliki standar kecantikan dan penampilan yang berbeda-beda, yang tercermin dalam gaya hidup dan tren fashion mereka. Oleh karena itu, kita harus bijak dalam menilai perbedaan-perbedaan ini dan menghargai keragaman yang ada.