PT Sri Rejeki Iman Tbk (SRIL), perusahaan tekstil terkemuka di Indonesia, menghadapi situasi sulit setelah upaya kasasi atas putusan pailit dari Pengadilan Niaga Semarang tidak berhasil. PT Indo Bharat Rayon, salah satu kreditur utama SRIL, mengajukan gugatan pailit karena perusahaan ini gagal membayar utang sebesar Rp101,31 miliar. Meskipun SRIL telah melakukan beberapa pembayaran, IBR merasa bahwa kewajiban tersebut belum terpenuhi sepenuhnya. Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi SRIL, memperkuat status pailit yang kini memiliki kekuatan hukum tetap. Situasi ini mempengaruhi bukan hanya SRIL, tetapi juga tiga anak usahanya.
Situasi finansial SRIL semakin rumit setelah pengadilan menegaskan status pailit perusahaan. Sejak Juli 2023, IBR telah mengajukan gugatan karena ketidakmampuan SRIL untuk memenuhi kewajiban cicilan bulanan atau pelunasan penuh sesuai dengan Putusan Homologasi. Meski SRIL menyatakan telah melaksanakan pembayaran sesuai ketentuan minimum, IBR merasa bahwa kewajiban tersebut belum terpenuhi secara lengkap. Hal ini mencerminkan adanya ketidaksesuaian dalam interpretasi perjanjian antara kedua belah pihak.
Sebagai respons, SRIL berusaha melawan putusan pailit melalui jalur hukum. Namun, Mahkamah Agung akhirnya menolak permohonan kasasi pada 18 Desember 2024. Keputusan ini menandai akhir dari upaya hukum SRIL untuk menghindari status pailit. Dengan demikian, status pailit SRIL beserta tiga anak usahanya—PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya—sekarang menjadi inkracht, yaitu memiliki kekuatan hukum yang sah dan tetap. Ini berarti perusahaan harus menghadapi konsekuensi hukum dan keuangan yang serius.
Keadaan pailit SRIL bukan hanya masalah internal perusahaan, tetapi juga memiliki dampak luas pada industri tekstil nasional. PT Indo Bharat Rayon, sebagai pemohon pailit, merupakan bagian dari Aditya Birla Group, sebuah konglomerasi asal India dengan portofolio bisnis yang luas di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1980 dan telah menjadi pionir dalam produksi serat buatan di Indonesia. Saat ini, IBR memiliki kapasitas produksi hingga 200.000 ton per tahun, menjadikannya pemain penting dalam industri tekstil domestik.
Dengan status pailit SRIL yang sudah inkracht, ada kekhawatiran tentang dampak jangka panjang terhadap ekosistem industri tekstil di Indonesia. SRIL sendiri adalah salah satu perusahaan tekstil terbesar di negeri ini, dan kegagalan finansialnya dapat berdampak pada rantai pasokan, pekerja, serta mitra bisnis lainnya. Selain itu, situasi ini juga menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh industri tekstil Indonesia dalam mengelola utang dan kewajiban keuangan. Upaya pemulihan SRIL akan menjadi langkah penting untuk menjaga stabilitas industri tekstil nasional.