Teater Populer telah menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah seni pertunjukan di Indonesia. Sebagai bentuk dukungan terhadap kelompok teater ini, Bakti Budaya Djarum Foundation bekerja sama dengan AP Production menyelenggarakan pementasan "Dag Dig Dug". Pertunjukan ini menghadirkan sejumlah aktor kawakan Tanah Air, termasuk Slamet Rahardjo, Niniek L. Karim, Reza Rahadian, Donny Damara, Jose Rizal Manua, Kiki Narendra, dan Onkar Sadawira. Mereka menunjukkan kemampuan akting mereka dengan penampilan yang mengesankan.
Aktor veteran Slamet Rahardjo Djarot menangani langsung pementasan ini sebagai sutradara. Pengalamannya selama bertahun-tahun di dunia teater membuatnya mampu membawa nuansa baru ke dalam lakon "Dag Dig Dug". Pada pertunjukan ini, Slamet tidak hanya berperan sebagai aktor tetapi juga sebagai pengarah artistik. Hal ini menunjukkan dedikasi dan komitmennya terhadap seni teater Indonesia.
Dengan sentuhan sutradaranya, pementasan kali ini menghadirkan interpretasi segar dari karya Putu Wijaya. Nuansa masa lalu dipadukan dengan elemen modern, menciptakan pengalaman menonton yang unik bagi penonton. Slamet berhasil menggabungkan tradisi dan inovasi dalam satu panggung, memberikan pesan yang kuat tentang pentingnya melestarikan warisan budaya.
Lakon "Dag Dig Dug" pertama kali dipentaskan oleh Teater Populer pada tahun 1977. Selama beberapa dekade, karya ini telah ditampilkan dengan berbagai pendekatan, namun esensi utamanya tetap lestari. Pementasan kembali lakon ini oleh Teater Populer bukan hanya sekadar perayaan ulang, tetapi juga refleksi atas evolusi seni teater Indonesia.
Karya Putu Wijaya tidak hanya menghibur, tetapi juga menggugah pemikiran dan perasaan penonton. Melalui dialog dan adegan yang disajikan, penonton diajak untuk merenungkan isu-isu sosial dan budaya yang relevan hingga saat ini. Lakon ini menjadi jembatan antara generasi lama dan baru, menghubungkan cerita masa lalu dengan tantangan zaman modern.
Slamet Rahardjo dan Niniek L. Karim, dua tokoh yang pernah terlibat dalam lakon "Dag Dig Dug" pada tahun 1977, kembali berdiri di pentas yang sama. Saat itu, mereka masih berusia 28 tahun dan pementasan tersebut juga disutradarai oleh Slamet Rahardjo. Setelah 48 tahun, mereka kembali menampilkan lakon yang sama, membawa pengalaman dan pemahaman yang lebih dalam.
Pertemuan kembali ini menjadi momen yang sarat makna, mengingatkan kita akan kekuatan seni teater dalam menghubungkan waktu dan ruang. Para aktor membawa energi baru ke dalam pertunjukan, sambil menghormati warisan yang telah dibangun oleh para pendahulu. Ini adalah kesempatan langka untuk menyaksikan bagaimana seni teater dapat bertahan dan berkembang seiring waktu.