Pasar
Tingkat Inflasi Biaya Medis dan Dampaknya pada Asuransi Kesehatan di Jakarta
2024-11-22
Inflasi biaya medis di Jakarta semakin tinggi, yang kemudian mempengaruhi perusahaan asuransi. Hal ini membuat mereka berpotensi mengerek tarif premi, terutama pada asuransi kesehatan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengumumkan bahwa surat edaran (SE) mengenai perbaikan proses asuransi kesehatan akan terbit tahun depan. SE tersebut akan mengatur proses bisnis produk asuransi kesehatan.
Perspektif OJK dan Kementerian Kesehatan
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa pihak OJK sudah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) dalam merumuskan kebijakan untuk memperbaiki ekosistem asuransi kesehatan. Kebijakan tersebut berkaitan dengan BPJS Kesehatan dan rumah sakit, serta mekanisme Coordination of Benefit (CoB) atau koordinasi manfaat. Dengan mekanisme ini, peserta asuransi dapat menerima manfaat dari lebih dari satu penanggung asuransi."Jadi tetap tahap pertama [manfaat asuransi kesehatan] di BPJS, kemudian baru ke asuransi kesehatan tambahan. Itu sudah berjalan," ujar Ogi di Padma Hotel Legian, Rabu (20/11/2024). Selain itu, SE OJK akan mengatur standar dan batasan manfaat asuransi yang boleh diklaim. Mereka mengharapkan adanya advisory board untuk mengatur hal-hal tersebut.Perspektif Rasio Klaim dan Premi
Ogi melanjutkan bahwa nantinya harus ada penyesuaian antara klaim dan premi. Saat ini, rasio klaim pada asuransi kesehatan sangat tinggi. "Belum termasuk biaya combine ratio dan sebagainya, belum termasuk biaya lainnya, baru perbandingan antara klaim dengan premi yang diterima saja sudah tinggi. Dia kan biaya operasional. Itu PR kita," ujarnya.Diketahui, inflasi medis terus melejit pasca pandemi Covid-19, dengan kenaikan 18% hingga 20%. Perusahaan asuransi jiwa telah membayarkan klaim kesehatan sebesar Rp11,83 triliun per semester I-2024. Rasio klaim asuransi kesehatan sudah lebih besar dari premi yang diterima, mencapai lebih dari 100%, tepatnya 105,7%. Artinya, perusahaan asuransi lebih banyak mengeluarkan uang untuk membayar klaim kesehatan daripada menerima uang pembayaran premi.Implikasi bagi Perusahaan Asuransi
Inflasi medis yang tinggi membawa defisit rasio antara klaim dengan premi terkumpul bagi perusahaan asuransi jiwa. Freddy Thamrin, Ketua Bidang Literasi & Perlindungan Konsumen Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), mengatakan hal ini menjadi masalah bagi perusahaan asuransi. Mereka harus mencari solusi untuk mengatasi defisit tersebut.Dalam menghadapi tantangan ini, perusahaan asuransi perlu berupaya mengoptimalkan proses bisnis dan mengatur tarif premi dengan lebih baik. Mereka juga perlu bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti OJK dan Kemenkes, untuk memperbaiki ekosistem asuransi kesehatan.