Pasar
Rupiah Tertekan Akibat Eskalasi Konflik Timur Tengah dan Prospek Kebijakan Moneter AS
2024-10-28
Rupiah mengalami pelemahan yang signifikan terhadap dolar AS setelah Israel melancarkan serangan udara terhadap Iran pada akhir pekan lalu. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah telah mendorong investor untuk menghindari aset berisiko dan mengalihkan dana ke instrumen yang lebih aman, seperti dolar AS. Selain itu, data ekonomi AS yang akan dirilis juga menjadi perhatian pelaku pasar dalam menentukan arah kebijakan moneter The Federal Reserve.

Rupiah Ambruk Pasca Serangan Israel ke Iran

Rupiah mengalami pelemahan yang cukup signifikan terhadap dolar AS pada awal pekan ini. Berdasarkan data Refinitiv, rupiah ditutup di level Rp15.720/US$ pada Senin (28/10/2024), terpuruk hingga 0,54% dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya. Selama satu hari penuh, fluktuasi rupiah berada pada kisaran Rp15.735/US$ hingga Rp15.660/US$.Pelemahan rupiah hingga titik ini merupakan yang terdalam sejak terakhir kali terjadi pada 13 Agustus 2024 di titik Rp15.830/US$. Hal ini terjadi setelah Israel melancarkan serangkaian serangan udara militer terhadap Iran pada Sabtu (26/10/2024) pagi. Eskalasi konflik di Timur Tengah ini mendorong harga minyak mentah dunia naik signifikan, dengan WTI melonjak 3,69% dan Brent melesat 4,09% secara mingguan.

Penguatan Dolar AS dan Sentimen Risk-Off Pasar

Selain itu, penguatan dolar AS juga turut menekan rupiah. Indeks Dolar AS (DXY) tepat pukul 15.00 WIB melesat hingga 0,12% di angka 104,385. Angka ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan penutupan pekan lalu yaitu berada di angka 104,257.Sentimen risk-off mendominasi pasar seiring kekhawatiran investor akan potensi perluasan konflik di kawasan Timur Tengah. Meningkatnya risiko geopolitik membuat investor cenderung menghindari aset berisiko dan mengalihkan dana ke instrumen yang lebih aman, seperti dolar AS.

Menanti Rilis Data Ekonomi AS

Selain itu, pelaku pasar juga menantikan rilis data lowongan kerja AS yang diperkirakan akan turun menjadi 7,92 juta posisi, lebih rendah dari periode sebelumnya sebesar 8,04 juta. Data ini akan menjadi indikator penting bagi arah kebijakan moneter The Federal Reserve ke depan.Ke depan, rupiah masih akan dibayangi sentimen eksternal, terutama perkembangan situasi di Timur Tengah dan data-data ekonomi AS yang dapat mempengaruhi arah kebijakan The Fed. Investor akan terus memantau situasi geopolitik di kawasan tersebut serta mengantisipasi langkah-langkah The Fed dalam merespon kondisi ekonomi AS.
more stories
See more