Berita tentang pemangkasan suku bunga oleh The Fed membawa dampak langsung pada pasar modal Indonesia. Sejak pembukaan sesi perdagangan pagi, IHSG tercatat turun hingga 1,46%, berada di level 7.003,93. Angka ini mendekati titik psikologis penting di kisaran 6.900, menunjukkan situasi yang sangat rentan bagi investor. Transaksi hari itu mencapai Rp 1,8 triliun, melibatkan lebih dari 2 miliar saham yang diperdagangkan dalam 140.712 kali transaksi.
Di tengah penurunan ini, sektor-sektor seperti bahan baku dan teknologi menjadi yang paling terdampak dengan penurunan masing-masing mencapai 2,18% dan 2,08%. Saham-saham besar seperti Bank Mandiri (BMRI) dan Bank Rakyat Indonesia (BBRI) juga ikut meredup, memberikan tekanan tambahan pada indeks. Selain itu, emiten telekomunikasi Telkom Indonesia (TLKM) dan perusahaan konglomerasi Barito Renewables Energy (BREN) juga turut andil dalam penurunan tersebut.
Penyebab utama dari penurunan drastis ini adalah keputusan Federal Reserve untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,35-4,50%. Meski sesuai ekspektasi pasar, The Fed menandaskan sikap hati-hati mereka untuk masa depan. Dot plot terbaru November menunjukkan bahwa hanya dua pemotongan suku bunga yang diharapkan pada 2025, setengah dari proyeksi sebelumnya.
Chairman The Fed, Jerome Powell, menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk membuat kebijakan moneter lebih longgar, namun tetap berhati-hati dalam pertimbangan penyesuaian lebih lanjut. Ini mencerminkan kekhawatiran The Fed terhadap ketidakpastian ekonomi global dan eskalasi geopolitik di berbagai wilayah.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di level 6% per November 2024. Keputusan ini di luar ekspektasi banyak pihak yang memproyeksikan penurunan suku bunga. Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa keputusan ini didasarkan pada upaya memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi dengan target 2,5% plus minus 1% pada 2024 dan 2025.
Meskipun ruang penurunan suku bunga masih terbuka, BI berhati-hati karena dampak ketidakpastian global terhadap nilai tukar rupiah. Perry menegaskan bahwa fokus utama saat ini adalah stabilitas nilai tukar, mengingat perubahan-perubahan di tataran global seperti rencana kebijakan perdagangan AS dan tren kenaikan imbal hasil US Treasury.
Kondisi pasar saat ini mencerminkan tingkat ketidakpastian yang tinggi. Investor harus memperhatikan arah kebijakan moneter baik dari The Fed maupun BI. Perubahan suku bunga memiliki dampak langsung pada nilai tukar mata uang dan daya tarik investasi. Dalam jangka pendek, pasar dapat mengalami fluktuasi yang cukup signifikan.
Berbagai lembaga analisis memproyeksikan bahwa pasar akan terus mengalami volatilitas hingga ada kepastian lebih lanjut mengenai arah kebijakan kedua bank sentral ini. Penting bagi investor untuk tetap waspada dan mempertimbangkan strategi investasi yang tepat untuk mengantisipasi potensi risiko dan peluang yang muncul.