Pasar
Israel Mengancam Serang Lebanon, Harga Minyak Naik 2%
2024-12-04
Jakarta, CNBC Indonesia - Peristiwa di Timur Tengah memiliki dampak signifikan pada harga minyak. Israel mengancam menyerang Lebanon jika gencatan senjatanya tidak terjadi, yang menyebabkan harga minyak naik lebih dari 2%. Di sisi lain, investor harus siap menghadapi pengumuman OPEC+ terkait perpanjangan pemotongan pasokan.

Impak Harga Minyak dari Konflik di Timur Tengah

Berdasarkan data Refinitiv pada perdagangan Selasa (3/12/2024), harga minyak acuan Brent menguat 2,49% ke US$73,62 per barel. Sementara acuan Amerika Serikat West Texas Intermediate (WTI) melesat 2,7% ke US$69,94 per barel. Pasukan Israel terus melakukan serangan terhadap pejuang Hezbollah di Lebanon, yang membuat beberapa pedagang minyak khawatir tentang ketegangan di wilayah tersebut.

Risiko terhadap gencatan senjata ini tidak hanya mengakibatkan kenaikan harga minyak, tetapi juga membuat pedagang memantau dengan cermat ketegangan antara Iran dan Israel dalam beberapa bulan mendatang. Analis UBS Giovanni Staunovo menyatakan bahwa konflik di Lebanon belum mengakibatkan gangguan pasokan minyak, tetapi ketegangan tersebut tetap perlu diperhatikan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Minyak

Selain konflik di Lebanon, faktor lain yang mendukung kenaikan harga minyak adalah kemungkinan perpanjangan pemotongan produksi oleh OPEC. Kelompok ini kemungkinan akan memperpanjang pemotongan pasokan hingga akhir kuartal pertama tahun depan, menurut empat sumber OPEC+ kepada Reuters. OPEC+, yang menyumbang sekitar setengah produksi minyak dunia, telah mempertimbangkan untuk secara bertahap menghapus pemotongan pasokan sepanjang tahun depan.

Perpanjangan pemotongan pasokan OPEC+ akan membatasi surplus pasar dan memberikan “pendaratan yang lebih lembut” bagi pasar minyak. Analis energi di TP ICAP, Scott Shelton, mengatakan bahwa dengan meningkatnya kepatuhan terhadap pemotongan produksi dari Rusia, Kazakhstan, dan Irak, level harga Brent yang lebih rendah, serta indikasi dalam laporan pers, kami mengasumsikan perpanjangan pemotongan produksi OPEC+ hingga April.

Persepsi Permintaan Minyak Global

Persepsi permintaan minyak global masih lemah. Impor minyak mentah China kemungkinan akan mencapai puncaknya paling cepat tahun depan karena permintaan bahan bakar transportasi mulai menurun. Data resmi tentang persediaan minyak dari Administrasi Informasi Energi AS menunjukkan peningkatan persediaan, yang biasanya menunjukkan permintaan yang lemah.

Francisco Blanch, kepala komoditas global di BofA Securities, mengatakan bahwa minyak tidak akan mengalami kekurangan pasokan tahun depan. Namun, tingkat pertumbuhan permintaan akan melambat pada 2025, dan kita tidak bisa mengandalkan China untuk menyumbang setengah dari permintaan minyak global. (Harga minyak) akan sedikit turun, katanya.

More Stories
see more