Penghapusan pencatatan efek perseroan ini menandai upaya serius BEI dalam memastikan bahwa hanya perusahaan yang sehat secara finansial yang tetap terdaftar di bursa. Dengan demikian, langkah ini bertujuan untuk melindungi investasi masyarakat dan meningkatkan transparansi pasar modal.
Delisting kedelapan perusahaan tersebut akan berlaku efektif pada 21 Juli 2025. Perusahaan-perusahaan ini memiliki batas waktu hingga 18 Januari 2025 untuk menyampaikan informasi buyback saham. Selanjutnya, masa pelaksanaan buyback akan berlangsung dari 20 Januari hingga 18 Juli 2025.
Bursa juga menegaskan bahwa persetujuan penghapusan pencatatan efek tidak menghapuskan kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi oleh perseroan kepada bursa. Ini berarti bahwa meskipun perusahaan telah di-delisting, mereka masih berkewajiban untuk memenuhi kewajiban hukum dan finansial yang belum terselesaikan.
Perusahaan dapat terancam delisting jika mengalami kondisi atau peristiwa yang berdampak signifikan negatif terhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial maupun hukum. Misalnya, ketika sebuah perusahaan tidak dapat membayar utangnya tepat waktu atau mengalami kerugian besar yang membuatnya sulit untuk bangkit kembali.
Salah satu contoh nyata adalah PT Hanson International Tbk. (MYRX), perusahaan properti milik Benny Tjokrosaputro yang telah disuspensi lebih dari empat tahun karena masalah hukum terkait kasus Jiwasraya-ASABRI. Perusahaan ini telah dinyatakan pailit atas penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Berikut adalah delapan emiten yang akan di-delisting oleh BEI pada tahun 2025:
PT Mas Murni Indonesia Tbk. (MAMI) merupakan salah satu perusahaan yang mengalami kesulitan finansial sehingga harus di-delisting. Situasi serupa dialami oleh PT Forza Land Indonesia Tbk. (FORZ), yang juga menghadapi tantangan serupa dalam menjaga stabilitas keuangan.
PT Hanson International Tbk. (MYRX) menjadi sorotan karena keterlibatan pemiliknya dalam kasus korupsi besar. Sementara itu, PT Grand Kartech Tbk. (KRAH) dan PT Cottonindo Ariesta Tbk. (KPAS) mengalami penurunan drastis dalam performa operasionalnya, membuat mereka tidak lagi layak untuk tetap terdaftar di bursa.
PT Steadfast Marine Tbk. (KPAL) dan PT Prima Alloy Steel Universal Tbk. (PRAS) juga termasuk dalam daftar delisting karena kinerja finansial yang buruk. Terakhir, PT Nipress Tbk. (NIPS) tidak bisa memenuhi kewajiban hukum dan finansialnya, sehingga harus mengikuti proses delisting.