Pertanyaan tentang keadilan internasional kembali muncul di Timur Tengah. Di tengah gencatan senjata yang baru saja terjadi, sebuah isu mengenai perbedaan perlakuan antara sandera Israel dan tahanan Palestina mendapatkan sorotan. Mantan anggota parlemen Israel dan aktivis Palestina menyoroti ketidakadilan ini, mempertanyakan sikap Amerika Serikat dan negara-negara Barat yang hanya fokus pada pembebasan sandera Israel.
Di jalanan Gaza yang dipenuhi asap dan debu, wajah-wajah Palestina menunjukkan ekspresi campur aduk antara harapan dan kekecewaan. Pada hari Sabtu kemarin, empat sandera Israel dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan perdamaian. Namun, ribuan warga Palestina masih berada di balik jeruji besi penjara Israel, tanpa hak yang sama.
Sami Abu Shahadeh, mantan anggota parlemen Israel, mengecam sikap AS yang tidak menyebutkan pembebasan tahanan Palestina dalam pernyataannya. Ia bertanya, "Mengapa dunia hanya merayakan pembebasan empat orang Israel? Bagaimana dengan ratusan warga Palestina yang tetap terkurung?"
Dalam kondisi yang jauh lebih buruk, tahanan Palestina seringkali mengalami penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi. Sementara itu, para sandera Israel tampak dalam kondisi sehat saat diperlihatkan kepada publik. Xavier Abu Eid, mantan direktur komunikasi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), menjelaskan bahwa penahanan warga Palestina telah menjadi salah satu masalah utama dalam perjuangan Palestina. Sejak tahun 1967, hampir satu juta orang telah ditahan tanpa proses hukum yang jelas.
Perjuangan Palestina bukan hanya tentang kemerdekaan politik, tetapi juga tentang hak untuk kembali ke tanah kelahiran mereka. Deportasi 70 warga Palestina yang baru saja dibebaskan menambah derita mereka, mengingatkan bahwa hak untuk pulang adalah hal yang paling berharga bagi rakyat Palestina.
Dari perspektif jurnalis, laporan ini mengingatkan kita akan pentingnya melihat konflik dari sudut pandang yang lebih luas. Keadilan sejati harus mencakup semua pihak yang terlibat, bukan hanya fokus pada satu kelompok tertentu. Dunia internasional perlu mempertimbangkan keseimbangan hak asasi manusia dalam setiap resolusi konflik, agar kedaulatan manusia dapat dihormati oleh semua pihak.