Berita
Kontroversi Sertifikasi Lahan Laut di Subang: Ratusan Nama Nelayan Terdaftar Tanpa Ketahuan
2025-01-30

Dalam sebuah perkembangan yang mengejutkan, ratusan hektare lahan laut di Kabupaten Subang, Jawa Barat, telah diberikan sertifikat hak milik melalui Program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Namun, proses ini mencurigakan karena menggunakan nama-nama nelayan setempat tanpa pengetahuan mereka. Aktivis lingkungan dan masyarakat setempat mengungkapkan bahwa penerbitan sertifikat ini diduga cacat hukum dan administrasi, sehingga memicu kekhawatiran tentang dampaknya terhadap ekosistem dan komunitas lokal.

Asep Sumarna Toha, seorang aktivis lingkungan dari Subang, menjelaskan bahwa pada tahun 2021, ATR/BPN Kabupaten Subang menerbitkan sertifikat untuk 500 bidang seluas 900 hektare. Dari jumlah tersebut, 307 bidang atau sekitar 462 hektare ternyata merupakan wilayah laut yang berada di Teluk Cirewang hingga perairan Desa Patimban. "Informasi awal kami dapatkan dari masyarakat, lalu kami melakukan investigasi dan mendapatkan data dari BPN," ungkap Asep. Proses penerbitan sertifikat ini didasarkan pada Surat Keterangan Desa (SKD) dan Akta Jual Beli (AJB), namun banyak dari pemilik nama tidak menyadari hal ini.

Pihak ATR/BPN tampaknya telah mengeluarkan sertifikat ini dengan asumsi bahwa lahan atau wilayah laut tersebut sudah dimiliki oleh warga setempat. Namun, kenyataannya, sebagian besar pemilik nama tidak memiliki informasi atau pengetahuan tentang sertifikat tersebut. "Sebanyak 99% dari nama-nama yang tercatat sebagai penerima manfaat sama sekali tidak tahu bahwa mereka terdaftar," jelas Asep. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang validitas dan transparansi proses sertifikasi.

Sebagai respons atas temuan ini, Asep dan timnya melaporkan kasus kepada Kejaksaan Agung. Setelah diteliti, Kejaksaan Agung merekomendasikan pembatalan sertifikat tersebut karena cacat prosedural, hukum, dan administrasi. Pada akhir November, ATR/BPN Provinsi secara resmi membatalkan sertifikat-sertifikat tersebut.

Berbagai penduduk setempat juga merasa terkejut atas temuan ini. Salah satu nelayan Subang, Taryana, mengaku tidak mengetahui adanya sertifikat bidang laut atas namanya. "Saya baru tahu dari Pak Asep, tidak ada yang pernah meminta KTP atau Kartu Keluarga saya," katanya. Senada dengan Taryana, Yati, istri seorang nelayan, juga mengaku baru mengetahui memiliki sertifikat bidang laut. "Ini benar-benar tiba-tiba, saya tidak pernah ikut minta atau tahu apa-apa," ujar Yati.

Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses sertifikasi lahan, terutama ketika melibatkan wilayah laut yang vital bagi ekosistem dan mata pencaharian setempat. Pembatalan sertifikat ini diharapkan dapat membantu memperbaiki kekeliruan dan menjaga hak-hak masyarakat nelayan.

More Stories
see more