Pasar
Pasar Saham Tertekan, Investor Waspadai Sinyal The Fed
2024-11-15
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pelemahan pada akhir pekan lalu, tertekan oleh sinyal dari bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga acuan. Hal ini membuat para pelaku pasar global khawatir bahwa jalur pemangkasan suku bunga akan berakhir.

Ketika Optimisme Pasar Saham Terkikis oleh Sinyal The Fed

Pelemahan IHSG di Akhir Pekan

Pada perdagangan Jumat (15/11/2024), IHSG berhasil memangkas koreksinya setelah sempat ambles lebih dari 1% dan kembali ke level psikologis 7.100. IHSG ditutup melemah 0,74% ke posisi 7.161,25. Nilai transaksi indeks pada hari ini mencapai sekitar Rp 11 triliun dengan melibatkan 48 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 198 saham terapresiasi, 393 saham terkoreksi, dan 196 saham stagnan.Hampir seluruh sektor berada di zona merah pada akhir perdagangan hari ini, dengan sektor bahan baku dan konsumer non-primer menjadi penekan terbesar, masing-masing mencapai 1,92% dan 1,38%. Satu-satunya sektor yang berhasil menghijau adalah sektor industri, mencapai 0,49%.Beberapa saham yang menjadi penekan terbesar IHSG pada akhir perdagangan hari ini adalah emiten pertambangan Grup Salim PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang mencapai 6,1 indeks poin, emiten konglomerasi Prajogo Pangestu PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) sebesar 5,6 indeks poin, dan emiten perbankan Himbara raksasa PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) sebesar 2,9 indeks poin.

Sinyal The Fed Menekan Optimisme Pasar

IHSG kembali merana setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) mengindikasikan tidak akan terburu-buru memangkas suku bunga acuannya. Hal ini membuat pelaku pasar global khawatir bahwa jalur pemangkasan suku bunga akan berakhir.Chairman The Fed, Jerome Powell, mengisyaratkan bahwa The Fed akan memperlambat pemangkasan suku bunga. Hal ini didasari oleh pertumbuhan ekonomi AS yang kuat. The Fed bahkan mengatakan pertumbuhan ekonomi AS menjadi salah satu yang terbaik di dunia."Ekonomi tidak memberikan sinyal bahwa kita harus terburu-buru untuk menurunkan suku bunga," kata Powell dalam sambutannya kepada para pemimpin bisnis di Dallas, dikutip dari CNBC International.Ekonomi AS tumbuh 2,8% pada kuartal III-2024, sedikit lebih rendah dari yang diperkirakan tetapi masih lebih tinggi dari tren historis AS sekitar 1,8%-2%. Proyeksi awal menunjukkan ekonomi AS akan tumbuh 2,4% pada kuartal IV-2024.Powell juga menambahkan bahwa pasar tenaga kerja tetap kuat meskipun ada persoalan lapangan pekerjaan yang mengecewakan pada Oktober, yang sebagian besar dia atribusikan pada kerusakan akibat badai dan pemogokan pekerja. Jumlah pekerjaan non-farm payrolls (NFP) hanya bertambah 12.000 pada Oktober 2024, terendah sejak Desember 2020.Mengenai inflasi, Powell menyebutkan bahwa telah ada kemajuan dan pejabat The Fed memperkirakan inflasi akan terus bergerak kembali ke arah target 2%. Namun, data inflasi minggu ini menunjukkan adanya sedikit kenaikan pada harga konsumen dan produsen yang semakin menjauh dari target Fed."Inflasi berjalan lebih dekat ke target jangka panjang 2% kami, namun masih belum tercapai. Kami berkomitmen untuk menyelesaikan tugas ini," kata Powell.

Kenaikan PPN di Dalam Negeri Menjadi Sorotan

Selain sinyal The Fed, isu domestik juga menjadi perhatian, yaitu rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% pada 2025.Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan bahwa penerapan tarif pajak PPN sebesar 12% pada 2025 sudah melalui pembahasan yang panjang dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Semua indikator sudah dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan."Bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya," kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung DPR, Rabu (13/11/2024).Penerapan tarif baru sudah tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% pada 2022 dan kemudian menjadi 12% pada 2025.Kenaikan PPN diperkirakan akan semakin membebani daya beli masyarakat yang tengah melemah serta ekonomi Indonesia. Dengan kenaikan PPN, masyarakat harus membeli barang lebih mahal. Padahal, konsumsi masyarakat Indonesia menyumbang 53-56% dari total konsumsi.Alhasil, ketika daya beli semakin terpuruk, maka akan berimbas ke perekonomian Indonesia itu sendiri, mulai dari aktivitas manufaktur yang tak kunjung bangkit, potensi penjualan ritel semakin lesu, dan indeks keyakinan konsumen (IKK) berpotensi kembali lesu.
More Stories
see more