Dalam sebuah pernyataan yang menarik perhatian, anggota Badan Legislasi DPR, Abraham Sridjaja, memaparkan urgensi revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dia menyoroti penurunan kualitas dan etika profesi hukum di Indonesia. Menurutnya, banyak praktisi hukum yang kurang kompeten telah memasuki bidang ini, serta adanya individu tanpa kualifikasi yang membuka firma hukum. Hal ini mengancam integritas profesi advokat dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
Pada hari Minggu (9/2/2025), di Jakarta, Abraham Sridjaja menyampaikan pandangannya mengenai kondisi dunia hukum di Indonesia. Dia mengungkapkan keprihatinan atas banyaknya lulusan hukum tidak berkualitas yang langsung berpraktik sebagai advokat tanpa pemahaman mendalam tentang hukum dan etika profesi. Situasi ini semakin diperparah oleh orang-orang yang bukan advokat namun menawarkan jasa hukum melalui media sosial, melanggar prinsip officium nobile yang melarang promosi layanan hukum secara terbuka.
Abraham juga mencatat bahwa ada kelemahan dalam sistem organisasi advokat saat ini. Advokat yang melanggar kode etik dapat dengan mudah pindah organisasi dan tetap berpraktik, merusak standar etik dan mekanisme pengawasan. Dia menegaskan bahwa Pasal 4 ayat (1) UU Advokat menetapkan bahwa advokat harus menjunjung tinggi martabat dan mematuhi kode etik, sementara Pasal 5 ayat (1) huruf c melarang iklan atau promosi jasa hukum secara terbuka. Namun, pelanggaran terhadap aturan ini semakin marak, sehingga perlu penguatan regulasi dan sanksi yang lebih efektif.
Menurut Abraham, jika situasi ini dibiarkan, kualitas advokat akan terus menurun, kepercayaan masyarakat hilang, dan sistem hukum Indonesia dirugikan. Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya membahas revisi UU Advokat dalam Prolegnas untuk memulihkan marwah profesi ini.
Sebagai langkah strategis, Baleg DPR harus memberikan perhatian penuh pada revisi UU Advokat, bukan hanya sebagai penyempurnaan regulasi, tetapi juga untuk memastikan bahwa hanya advokat yang kompeten dan berintegritas yang dapat menjalankan profesinya di Indonesia.
Dari perspektif seorang jurnalis, inisiatif ini menunjukkan kesadaran mendalam akan pentingnya profesionalisme dalam bidang hukum. Upaya untuk merevisi undang-undang ini bukan hanya soal memperkuat aturan, tetapi juga tentang membangun kembali kepercayaan publik terhadap profesi advokat. Dengan demikian, langkah ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi sistem hukum Indonesia secara keseluruhan.