Dalam sebuah gerakan yang mengundang kontroversi, sejumlah komandan senior Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) di Iran telah meminta Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei untuk mencabut fatwa yang melarang pengembangan senjata nuklir. Para pejabat ini berpendapat bahwa kemampuan nuklir diperlukan sebagai bentuk pertahanan terhadap ancaman dari Barat. Menurut laporan The Telegraph pada 9 Februari 2025, permintaan ini muncul setelah pemilihan Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat, yang dianggap telah merubah dinamika geopolitik dalam beberapa bulan terakhir. Fatwa tersebut pertama kali disampaikan oleh Khamenei pada tahun 2005, menyatakan bahwa pengembangan senjata nuklir bertentangan dengan ajaran Islam.
Kontroversi ini bermula ketika para komandan IRGC mulai merasa cemas tentang keberlanjutan negara mereka di tengah-tengah ancaman global. Sejak pemilihan Trump, tekanan politik dan militer dari Barat semakin meningkat, sehingga para pejabat Iran percaya bahwa memiliki senjata nuklir dapat menjadi jaminan bagi kelangsungan hidup negara. Menurut sumber-sumber yang dekat dengan pemerintah, perubahan sikap ini menunjukkan adanya pergeseran strategis yang signifikan dalam pendekatan Iran terhadap isu keamanan nasional. Meskipun fatwa Khamenei telah lama menjadi batasan hukum dan moral, ada indikasi kuat bahwa beberapa elemen dalam pemerintahan Iran sedang mempertimbangkan langkah-langkah alternatif untuk memperkuat posisi mereka.
Sejak pertemuan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada tahun 2005, Khamenei selalu menegaskan bahwa pengembangan senjata nuklir bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Namun, laporan baru-baru ini mengungkap bahwa ada upaya diam-diam untuk melanjutkan proyek-proyek senjata nuklir meskipun ada larangan resmi. Beberapa pembangkang Iran yang tinggal di luar negeri bahkan mengklaim bahwa pekerjaan sudah dimulai. Situasi ini menimbulkan spekulasi tentang apakah fatwa tersebut masih memiliki pengaruh yang sama atau tidak. Pejabat Teheran juga mengungkapkan bahwa tekanan untuk memiliki senjata nuklir semakin besar, dan mungkin hanya beberapa langkah lagi yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini.
Meski fatwa Khamenei tetap berlaku, desakan dari kalangan militer untuk mencabut larangan tersebut mencerminkan perubahan paradigma dalam politik Iran. Perdebatan ini bukan hanya soal hukum agama, tetapi juga melibatkan pertimbangan strategis dan geopolitik yang mendalam. Dengan situasi yang semakin rumit, masa depan pengembangan senjata nuklir di Iran menjadi subjek yang semakin dipertanyakan. Langkah-langkah apa yang akan diambil oleh Khamenei dan pemerintah Iran dalam waktu dekat akan sangat menentukan arah kebijakan nuklir negara tersebut.