Aktivis kenamaan, Arif Mirdjaja, yang sering disebut Gepeng, mengkritisi pengesahan revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta. Menurutnya, beberapa pasal dalam undang-undang baru ini berpotensi melindungi praktik penyelewengan dan korupsi dalam tubuh BUMN. Dia menyoroti perubahan signifikan dalam definisi kerugian BUMN dan kewenangan bank pelat merah untuk melakukan hapus buku dan hapus tagih. Ini dapat membebaskan para pengambil kebijakan dari ancaman hukum, bahkan menciptakan lingkungan yang memungkinkan pencucian uang. Contoh kasus investasi Telkom di GOTO diberikan sebagai ilustrasi potensi pelanggaran hukum yang tidak bisa lagi dituntut secara pidana.
Menurut pandangan aktivis yang terkenal dengan perjuangannya selama era 1998, revisi undang-undang ini telah mengubah paradigma penting dalam manajemen BUMN. Pasal 4B menjadi sorotan utama karena menyatakan bahwa kerugian BUMN tidak lagi dianggap sebagai kerugian negara. Hal ini kontras dengan aturan sebelumnya yang jelas-jelas menyatakan bahwa kerugian BUMN adalah kerugian bagi negara. Perubahan ini menimbulkan kekhawatiran tentang perlindungan terhadap tindak korupsi dan money laundry.
Gepeng menjelaskan bahwa dengan adanya kewenangan baru ini, bank-bank pelat merah dapat melakukan prosedur hapus buku dan hapus tagih atas kredit macet yang telah direstrukturisasi. Praktik ini sangat berpotensi melindungi individu atau kelompok yang melakukan penyelewengan dalam BUMN. Pengambil kebijakan dan direksi BUMN yang berada di bawah supervisi menteri BUMN dapat terhindar dari ancaman hukum korupsi. Ini menciptakan situasi di mana praktik-praktik yang tidak etis dapat berlangsung tanpa hambatan.
Dalam konteks lebih luas, Gepeng memberikan contoh investasi besar oleh PT Telkom Indonesia sebesar 450 juta dolar AS ke GoTo Group antara tahun 2021 dan 2023. Dengan aturan baru ini, jika investasi tersebut gagal atau terlibat dalam praktik korupsi, tidak ada pihak yang dapat dituntut secara hukum. Kasus ini menunjukkan bagaimana UU BUMN baru dapat melindungi para pelaku korupsi dan membuat mereka terhindar dari sanksi hukum.
Kritik ini menggambarkan kekhawatiran mendalam tentang dampak undang-undang baru terhadap integritas dan transparansi BUMN. Potensi perlindungan terhadap tindak-tanduk korupsi dan pencucian uang dianggap sangat berbahaya bagi kepentingan publik. Gepeng menekankan pentingnya perhatian masyarakat terhadap isu ini untuk mencegah penyalahgunaan keuangan negara melalui BUMN. Situasi ini menunjukkan bahwa reformasi hukum perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak menciptakan celah-celah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.