Kebijakan yang diajukan oleh pemimpin Amerika Serikat mendapat respons negatif dari berbagai belahan dunia. Negara-negara di kawasan Timur Tengah, yang memiliki hubungan dekat dengan Palestina, mengungkapkan penolakan mereka terhadap gagasan tersebut. Salah satu negara yang paling kuat dalam menentang ide ini adalah Mesir. Dengan lokasi geografisnya yang berbatasan langsung dengan Jalur Gaza, Mesir menyatakan bahwa tindakan memindahkan warga Palestina secara paksa bertentangan dengan hukum internasional dan dapat membahayakan stabilitas wilayah. Pemerintah Mesir menegaskan sikapnya untuk tidak ikut serta dalam rencana tersebut dan menekankan perlunya melindungi hak-hak asasi warga Palestina di tanah air mereka.
Gagasan relokasi juga mendapat penolakan tegas dari Yordania. Sebagai tetangga Palestina lainnya, Yordania berpendapat bahwa menerima warga Palestina di wilayahnya bukanlah solusi yang tepat. Raja Abdullah II menegaskan pentingnya mencari solusi dua negara yang dapat menjamin hak-hak rakyat Palestina. Menurut Yordania, rencana semacam itu hanya akan memperburuk situasi dan mengabaikan hak-hak dasar warga Palestina. Arab Saudi pun menyuarakan penolakannya dan menekankan bahwa solusi yang adil dan komprehensif harus dicapai tanpa memindahkan warga Palestina dari tanah mereka.
Berbagai negara telah bersatu dalam mengecam usulan relokasi warga Gaza, menunjukkan komitmen global terhadap penegakan hukum internasional dan hak-hak asasi manusia. Respons ini mencerminkan pentingnya dialog dan kerja sama antarnegara dalam mencari solusi yang adil dan berkelanjutan untuk konflik Palestina-Israel. Upaya-upaya damai yang didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan harus terus didorong demi masa depan yang lebih baik bagi semua pihak yang terlibat.