Pasar
Persidangan Kasus Emas PT ANTAM: Ungkap Dugaan Budi Said
2024-12-05
Dalam Jakarta, CNBC Indonesia, sidang kasus korupsi dalam jual beli emas PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) dengan terdakwa “Crazy Rich” Surabaya Budi Said terus berlangsung. Sejumlah fakta baru yang diungkapkan oleh saksi-saksi dalam persidangan telah membuat kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,16 triliun lebih jelas.
Perspektif dari Salah Satu Kuasa Hukum Antam
Fernandes Raja Saor, salah satu kuasa hukum Antam, mengappreciasi langkah Kejaksaan Agung yang berhasil mengungkap indikasi kerugian negara dalam kasus ini. Pengungkapan ini menunjukkan komitmen Kejaksaan Agung dalam menegakkan hukum dan menjaga integritas sektor pertambangan serta aset negara. Fernandes menilai bahwa penegakan hukum yang tegas adalah kunci untuk memastikan keadilan dan melindungi kepentingan masyarakat dan negara. Dia memberikan contoh, di persidangan sebelumnya, ahli forensik digital Dimas Perdana memaparkan hasil analisis yang mengungkap komunikasi mencurigakan dalam grup WhatsApp yang beranggotakan terdakwa dan pihak terkait lainnya. Temuan ini menunjukkan adanya koordinasi terencana yang menjadi salah satu kunci dalam pola transaksi yang sedang disidangkan.Grup WhatsApp dalam Transaksi
Grup WhatsApp ini diduga digunakan untuk menyusun strategi terkait jual beli emas di luar prosedur resmi. Hal ini menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan prosedur dan etika. Dalam transaksi emas, kebijakan resmi harus dipatuhi agar tidak terjadi kerugian bagi negara.Pembelian dan Penerimaan Emas
Ada tindakan krusial seperti pembelian emas dengan harga di bawah harga resmi dan penerimaan emas melebihi faktur resmi. Selain itu, adanya pemberian (gratifikasi) kepada mantan karyawan Antam. Saksi-saksi juga menyatakan bahwa pemberian fee oleh terdakwa sebesar Rp92 miliar, hadiah mobil, rumah, serta perjalanan umroh kepada pihak tertentu. Hal ini menunjukkan adanya pihak yang diuntungkan dengan cara melawan hukum.Perspektif dari ANTAM
Fernandes menegaskan, klaim diskon emas yang sangat besar sehingga harganya jauh di bawah harga pasar tidak pernah menjadi kebijakan resmi ANTAM. “Diskon seperti itu tidak pernah ada di Antam, tidak ada di SOP ataupun aturan manapun. Nilai diskon juga tidak masuk akal, bisa mencapai 15% lebih murah dari harga buyback Antam. Kalau begitu saya beli emas diskon dari antam, saya jual lagi hari yang sama di Antam, saya untung? Kan tidak mungkin.” Dia juga membantah pernyataan bahwa ANTAM gagal menyerahkan emas kepada Budi Said. “Terdakwa mendasarkan adanya emas terutang dari Surat Keterangan tanggal 16 November 2018, padahal saksi mengakui surat keterangan itu disusun sendiri oleh Budi Said dan ditandatangani oleh pihak yang menerima uang dari Budi Said.”Proses Peradilan dan Tanggung Jawab
Menanggapi pernyataan Kuasa Hukum Budi Said Hotman Paris Hutapea yang menyebut bahwa kasus ini telah diputus secara perdata, Fernandes menegaskan aspek pidana dan perdata memiliki ruang lingkup berbeda. “Putusan perdata tidak menghilangkan dugaan tindak pidana. Dalam hal ini, ada indikasi kerugian negara yang perlu dipertanggungjawabkan secara hukum.” ANTAM berkomitmen untuk selalu transparan dan mendukung proses penegakan hukum.Kasus Korupsi dan Dampak Negara
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung RI mendakwa Budi Said atas dugaan korupsi terkait pembelian emas ANTAM dan tindak pidana pencucian uang. Kasus ini menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,16 triliun, yang terdiri dari Rp 92.257.257.820 pada pembelian pertama dan Rp 1.073.786.839.584 pada pembelian kedua. Angka ini dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas ANTAM di BELM Surabaya 01 dan kewajiban ANTAM untuk menyerahkan 1.136 kg emas kepada Budi Said sesuai Putusan Mahkamah Agung No.1666K/Pdt/2022 tanggal 29 Juni 2022. Budi Said dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 UU yang sama, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Selain itu, Budi Said juga terancam pidana berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.